Hukuman
“Terdapat satu lagi prestasi yang diraih oleh anak-anak kami, yakni berasal dari Winter Kim, Renjun Huang, dan juga Chenle Zhong yang berhasil meraih juara satu dalam lomba cerdas cermat matematika. Selamat, anak-anak! Juga terima kasih atas usaha kalian dalam meraih juara ini. Ibu bangga pada kalian,” ujar sang Ibu Kepala Sekolah yang sedang berdiri di podium.
Para pemenang dipersilahkan untuk maju ke depan untuk sesi dokumentasi dan pemberian hadiah. Karina yang berada di barisan terlihat sangat senang, bahkan melebihi Winter, padahal Winter adalah pemenang lomba tersebut.
Setelah Winter kembali ke barisan, Winter dikerubungi oleh teman-temannya yang ingin mengucapkan selamat dan turut bahagia atas kemenangannya. Karina mendengus, kan Rina juga mau bilang selamat ke Winter!
Saat Karina ingin menghampiri Winter, para siswa keburu diperintahkan untuk kembali ke barisan karena upacara akan dilanjutkan kembali. Akhirnya, Karina pun mengurungkan niatnya untuk melakukan hal itu. Ia mendengus kesal lagi.
Ketika upacara telah selesai, Karina langsung buru-buru menghampiri Winter dan meraih tangannya. Ia menarik Winter untuk berjalan ke toilet. Winter hanya mengikuti.
Mereka telah sampai di toilet, berdiri di depan wastafel. Saat melihat pacarnya yang cemberut, Winter pun bertanya, “Rina kenapa? Kok Rina cemberut?”
Karina menghela napas, “Tadi Rina mau ucapin selamat ke Winter juga, tapi keburu udah disuruh balik ke barisan lagi.”
Winter tersenyum. Ia pun melangkah untuk menghapus jarak antara mereka, lalu memeluk Karina. Secara otomatis, bibir Karina membentuk lengkungan ke atas. Winter berucap, “Rina bisa ucapin sekarang kan?”
Karina mundur, melepaskan pelukan mereka. Ia meraih kedua tangan Winter, menggenggamnya. Lalu berkata, “Winter, selamat ya, udah menang juara satu. Winter keren banget! Tuh kan, Rina bener, Winter pasti juara,” senyum Winter merekah ketika mendengar ucapan pacarnya. Karina melanjutkan dengan mengatakan, “Rina bangga sama Winter. Rina sayang Winter,” sambil menunduk malu.
Winter tersenyum lebar. Ia sangat bahagia. “Winter juga sayang Rina!” ucapnya dengan antusias.
Setelah sesi tatap-tatapan dalam diam selama beberapa menit, Winter memecah keheningan.
“Rina …”
“Iya, Winter?”
Winter cengengesan, seraya berkata, “Katanya, kalo Winter menang, bakal dikasih hadiah lagi.”
Wajah Karina memerah, mengingat hal itu. Karena, hadiah yang dimaksud Karina adalah …
Pipi Winter dicium Rina!, seru Winter kesenengan dalam hati.
Namun, ketika Karina mencium pipi Winter, terdengar suara, “Ayam, ay- Eh, maksudna, Gusti nu Agung! Astaghfirullah!”
Karina pun langsung menjauh dari Winter. Sedangkan, Winter masih bengong karena kesenengan pipinya dicium.
“Astaghfirullah, ini bocil-bocil udah cium-ciuman aja ...” gumam Ibu Sooyoung, guru yang mergokin Karina dan Winter barusan.
Karina menunduk malu. Winter pun akhirnya tersadar dan mendongak, melihat ibu guru yang super tinggi itu.
Ibu Sooyoung berkacak pinggang, lalu berkata, “Karena udah ketauan pacaran di toilet, kalian ibu hukum. Karina sama Winter ga boleh ketemuan di sekolah selama seminggu. Ngerti?”
Mendengar itu, Karina hanya bisa mengangguk pelan. Winter ikut-ikutan mengangguk.
Dengan polosnya, Winter mendekatkan bibirnya ke telinga Karina, niatnya ingin berbisik tapi suaranya kenceng sehingga gurunya masih bisa denger. Ia berkata, “Tenang aja, Rina. Ibu Sooyoung kan ga akan ngeliatin Winter sama Rina terus. Winter sama Rina masih bisa ketemu kok.”
Ibu Sooyoung menepuk jidatnya. “Hehh, Winter … Winter. Ibu denger, ya.”
Winter pun langsung menutup mulut dengan kedua tangannya.
Ibu Sooyoung melanjutkan, “Liat aja, Ibu punya mata-mata dimana-mana. Kalo sampe ketauan ketemu di sekolah, nanti hukumannya Ibu tambahin! Sebulan!”
Karina menggeleng. Winter melongo.
Winter lalu bertanya, “Ibu, kalo di rumah ga boleh ketemu juga? Tapi Winter ga bisa, nanti Winter kangen … Kalo ga ketemu Rina nanti Winter se-”
“Ya … boleh, lah. Kalo di rumah mah, kalian mau pacaran kek, ngapain kek, terserah. Asal jangan di sekolah, oke?” ucap Ibu Sooyoung.
“Oke, Bu …”
Ibu Sooyoung pun meraih tangan Winter dan mengajaknya keluar, “Ayo, Winter. Ibu anter.”
“Karina, langsung ke kelas, ya?”
Karina mengangguk, lalu bergegas keluar.
“Ibu Sooyoung! Winter boleh peluk Rina sekali lagi, gak? Sebelum pisah, Bu …” Winter berusaha meminta dengan wajah memelasnya. Ibu Sooyoung menghela napas, tetapi akhirnya mengiyakan.
Winter berlari kecil, lalu memeluk tubuh Karina. Karina pun membalas pelukannya.
Karina terlihat sedih. Ia berkata, “Winter, maafin Rina, ya? Gara-gara Rina ngasih hadiah itu, jadi kena hukuman ga boleh ketemu di sekolah.”
Winter menggeleng kuat. “Enggak! Winter suka banget sama hadiahnya. Gapapa, nanti kan Winter sama Rina bisa ketemu di rumah. Lagian, cuma seminggu, kan?”
Karina tersenyum kecil, lalu mengangguk.
“Buset, dah … Udah kaya mau pisah negara aja ni dua bocil,” Ibu Sooyoung menggeleng-gelengkan kepalanya, tak habis pikir. Kemudian, Ia melerai Karina dan Winter, seraya berkata, “Udah, udah. Yook, yok, udah bel, anak-anak. Ayo, ke kelas.”