Ice Cream Mochi
Kantin SMA Garuda berada di lantai paling bawah. Terdapat berbagai macam makanan dengan banyak penjual juga. Mejanya berbentuk memanjang, dari sisi paling kanan kantin hingga sisi paling kiri kantin. Jadi, biasanya beberapa kelompok siswa dapat duduk di satu meja yang sama, mungkin biasanya perkelompok dijarakin dengan beberapa kursi.
Ajey menemukan 'degem'-nya Karin, duduk di meja tengah, dengan temannya dihadapannya. Karin pun langsung berjalan menuju meja itu, mengajak teman-temannya. Degem-nya Karin itu duduk di bagian tengah meja panjang itu, sedangkan Karin dan teman-temannya memilih untuk duduk di sisi kiri di meja yang sama. Posisi degem itu berjarak dua kursi dari tempat Karin duduk.
Jantung Karin berdebar kencang. Ia menarik napas dalam, lalu membuangnya. Melakukan itu berkali-kali untuk menenangkan dirinya.
“Yaudah, mau pesen apa? Mie ayam?” tanya Karin. Teman-temannya mengucapkan pesanannya masing-masing.
Karin meraih dompet dari tas, yang memicu protes dari Ajey, “Eh, anjing! Itu dompet gue, kenapa lu ambil?”
Protesan Ajey tidak berguna, karena Karin keburu kabur untuk menghampiri penjual mie ayam untuk memesan.
Setelah pesanan datang, mereka saling mengobrol dan bersanda gurau, dengan Karin sesekali melirik ke arah kirinya, memastikan degem-nya ga kemana-mana. Beberapa menit berlalu, makanan mereka telah habis. Felix mengusap-usap perutnya sambil mengatakan dirinya kenyang.
“Eh, Yin. Ayo, make a move!” ujar Felix.
Jantung Karin berdebar lagi. Bulir keringat mulai bermunculan di sekitar dahinya, menandakan Ia nervous.
Tiba-tiba Karin terpikirkan sebuah ide, lalu Ia pun beranjak untuk membeli sesuatu yang Ia pikirkan barusan. Setelah itu, Ia kembali duduk. Kebetulan, teman si degem itu pun beranjak dari kursinya. Karena itu, Karin pun pindah duduk jadi duduk di kursi tepat di sebelah sang degem.
“Um… Hai,” ucap Karin.
Degem-nya itu sedikit terkejut, kemudian melunak ketika melihat yang menyapa itu adalah Karin. Gadis itu tersenyum ke arahnya.
“Dwinanda… Kan?” tanya Karin.
Seseorang yang disebut Dwinanda itu mengangguk, seraya berkata, “Panggil Wina juga gapapa kok, Kak.”
Karin tersenyum, lalu mengangguk. “Oke… Wina. Aku Karin, by the way,” ujar Karin.
Wina mengangguk lagi. “Iya, aku tau Kak Karin kok. Lagian, siapa yang gatau Kakak disini?”
Karin hanya menyengir sambil menggaruk belakang lehernya yang tidak gatal sama sekali. “Hehehe…”
Kemudian, Karin membuka mulut lagi, “Wina, kamu suka es krim mochi?”
Untuk merespon pertanyaan itu, Wina mengangguk. “Aku suka, Kak. Kenapa?”
Karin menunjukkan es krim mochi yang baru saja Ia beli, dan sedari tadi Ia sembunyikan. Ia berucap, “Aku punya es krim mochi… Tapi, sebelumnya, aku mau minta ijin.”
Wina menautkan alisnya. Ia bertanya, “Ijin apa, Kak?”
Karin meneguk ludah, lalu berkata, “Ijin… Aku mau ijin buat ngedeketin kamu, boleh?”
“Ngedeketin aku?”
Karin mengangguk. “I-iya… Ngedeketin. PDKT, pacaran, you know…”
“Oh…” Wina kemudian mengambil es krim mochi di tangan Karin.
Karin menatap Wina dengan binar di matanya, “Boleh?”
Sambil membuka bungkus es krim itu, Wina berkata, “Eh, kalo ambil es krimnya berarti aku harus jawab boleh, gitu?”
Karin langsung menyilangkan tangan di depan wajahnya. “Eng-enggak, kok! Itu emang buat kamu. Kalo ga diijinin juga gapa-”
“Boleh kok. Ngedeketin aku.”
Mata Karin membulat. “Seriusan?”
Wina mengangguk.
“Beneran, kan?”
Wina memutar bola mata, “Jangan nanya terus, nanti aku berubah pikiran, gimana?”
Karin menyengir. “E-eh… Jangan gitu dong…”
Wina hanya terkekeh, Ia sibuk memakan es krim mochi pemberian kakak kelasnya itu.
Sedangkan Ajey, Felix, dan Gigi…
Dengan teriakan yang pelan, Felix berkata, “Woi! Lu denger, kagak? Itu Karin beneran make a move buat ngedeketin si degem. Mana sini, gocap gue!”
“Ah, salah banget gua setuju taruhan ama lu pada, elah.” gerutu Ajey sambil merogoh dompetnya untuk mengambil lima puluh ribuan.
Gigi menimpali, “Cepe lah, Jey. Gocap-gocap, Felix sama gue.”
“Dih, kaga ada! Tadi kan deal-nya gocap! Bukan masing-masing gocap!”