Jenguk
Tak lama setelah pesan terakhir Winter, terdengar bel rumah berbunyi. Bunda Irene yang tadinya sedang menyiapkan makan untuk Karina pun berhenti sejenak dan bergegas membukakan pintu.
“Tante Irene!”
“Winter!”
Sudah seperti sama Ibunya sendiri, Winter memeluk Bunda Irene.
Mamah Taeng mengelus lembut kepala Winter kemudian berkata, “Dek Winto baik-baik, ya. Jangan nakal! Jangan nyusahin Tante Irene, okay?”
Winter melepaskan pelukan Bunda Irene kemudian menatap Mamanya dan mengangguk semangat, tidak lupa jempol mungilnya yang diacungkan.
“Makasih Mbak Tae, udah ijinin Winter.” ujar Bunda Irene.
Mamah Taeng menepuk pundak Bunda Irene pelan, kemudian berucap, “Aih, kaya sama siapa aja. Kalo saya mah, gapapa mau Winter pindah kesini juga, malah Alhamdulillah.” Mamah Taeng tertawa. “Tapi kan kasian Mbak Rene ngurusin anak kaya Dek Winto yang rusuh ini.”
Bunda Irene ikut tertawa. Sedangkan Winter pura-pura ngambek dan menonjok Mamahnya pelan.
Setelah Mamah Taeng pulang, Bunda Irene membawa Winter masuk ke rumah. Mereka berjalan hingga di depan pintu kamar Karina.
Bunda Irene berjongkok, kemudian berbicara dengan suara pelan, “Winter tunggu di luar sini sebentar, ya? Nanti pas tante panggil baru masuk, oke? Soalnya Rina lagi susah makan.. Tapi pasti mau makan kalo sama Winter. Jadi nanti biar surprise, gitu. Tante panggil, eh, Winter-nya beneran ada.”
Winter tersenyum excited kemudian mengangguk semangat.
Bunda Irene pun masuk ke kamar Karina dengan membawa makan malamnya.
Saat melihat Bunda-nya masuk dengan membawa makan malamnya, Karina menghela napas.
Bunda Irene duduk di pinggir kasur, kemudian berbicara, “Rina makan, ya?”
Karina cemberut, kemudian menggeleng pelan.
“Kenapa ga mau makan? Nanti gaada energi loh. Kalo malah sakit demam, gimana?”
Karina diam saja.
“Bunda suapin, ya?”
Karina masih diam saja.
“Kalo Winter yang suapin, mau?”
Mendengar nama itu, Karina langsung menatap Bundanya.
“Emang ada Winter?” tanyanya.
“Jawab dulu, mau gak?” tanya Bunda Irene sambil menaikkan alisnya.
Karina menunduk malu, kemudian menjawab dengan pelan, “M-mau..”
“Tapi Winter kan di rumahnya..” ucap Karina lagi, kemudian menghela napas.
Bunda Irene tersenyum, “Kata siapa?”
Karina langsung mendongak, menatap Bundanya heran.
“Winter! Winteeerr!!” panggil Bunda Irene.
Merasa namanya terpanggil, bocil yang sedang duduk di sofa dekat kamar Karina langsung membuka pintu dan masuk ke kamar Karina dengan cengiran yang memamerkan gummy smile-nya.
Karina membulatkan mata. “Winter?” tanyanya terkejut.
“Hai, Rina!” sapa Winter sambil cengengesan.
“Tuh, ada kan Winter-nya.” ucap Bunda Irene. Kemudian ia melanjutkan, “Kalo Rina mau makan, nanti Winter nginep.”
Karina membulatkan mata lagi. “Nginep?! Winter mau nginep??!” tanya Karina semangat.
Winter mengangguk-angguk. “Iya! Winter mau nginep. Winter mau nemenin Rina! Tapi Rina makan dulu yang bener. Kalo enggak, nanti Winter pulang aja.” ujar Winter sambil pura-pura balik badan.
Karina pun dengan sigap menahan Winter. Tangannya menggenggam tangan mungil teman kesayangannya. “Winter jangan pulang… Ini Rina mau makan kok”
Winter tersenyum lebar. “Okay!”
Karina yang sedang duduk di kasur pun menempatkan meja lipat di hadapannya untuk menaruh makan malamnya.
“Rina mau Winter suapin?” tanya Winter.
Mendengar pertanyaan Winter, Karina mengangguk malu. “Mau.. Rina mau.”
Dengan begitu, Winter duduk di hadapan Karina dan mulai menyendok dan menyuapi makanan ke mulut Karina.
Bunda Irene mengambil tas ransel yang tadinya Winter kenakan dan menempatkannya di sebelah kasur Karina. Melihat kedua bocil yang saling tersenyum dan tertawa di hadapannya, senyuman lebar juga ikut menghiasi bibir Bunda beranak satu tersebut.