Kayra's Realization

Kayra menghembuskan napas panjang. Ia sedang berdiri di dekat gerbang sekolah, bingung mau pulang naik apa karena Karin belum bisa pulang. Ia mau naik gojek, tapi masih sedikit trauma karena waktu itu pernah mengalami sebuah insiden yg berkaitan dengan abang gojek.

Saat Kayra sedang terdiam sambil berpikir, sebuah suara mengejutkannya.

“Eh, Kayra, ya? Kembaran Kayin, kan?” tanya pemilik suara itu. Kemudian ia tertawa sendiri, sambil bergumam pada dirinya sendiri, “Ya iyalah, orang identik begitu. Pake nanya lagi.” tetapi Kayra masih bisa mendengarnya dan ikut tertawa.

“Wina, kan?” tanya Kayra yang direspon dengan anggukan.

“Belom pulang, Ra? Udah mulai sepi sekolahnya.” tanya Wina.

“Belom, nih. Karin masih ada urusan, jadi gue bingung mau pulang naik apa.” ucap Kayra seraya menghela napasnya.

“Nyetir sendiri?” tanya Wina lagi.

“Gue gabisa nyetir… Lagian kalo kaya gitu, kasian Karin nanti pulangnya gimana.” jawab Kayra.

“Oh iya, ya…” Wina mengangguk-angguk. “Eh gimana kalo pulang bareng gue? Tapi gue naik motor…”

“Emang kenapa kalo naik motor?”

“Ya… Kali aja, lo gamau naik motor gitu.” ujar Wina sambil memainkan ujung kemeja seragamnya.

Kayra terkekeh, kemudian menggeleng. “Ga gitu. Gue mau-mau aja kok.” ucap Kayra sambil tersenyum.

“Asik. Kebetulan juga, rumah kita searah. Eh, rumah lo sama Kayin sama kan ya?”

Pertanyaan terakhir Wina membuat Kayra, dan Wina-nya sendiri juga, tertawa.

“Iya, Win. Rumah kita sama kok.” jawab Kayra ditengah tawa.

Selanjutnya, Wina berjalan menuju parkiran, diikuti Kayra di belakangnya. Namun Wina sengaja menyamakan langkah mereka biar jalan bareng, sekaligus basa basi biar ga sepi.

Walaupun Kayra terlihat normal diluar, sebenernya dia lagi nervous banget. Kayra gapernah naik motor berduaan sama orang lain selain anggota keluarga dan supir ataupun ojek. Wina merupakan 'orang lain' pertama.

Mereka sudah sampai di tempat motor Wina. Sedari tadi, Wina memegangi jaket kulit berwarna hitam. Kayra kira, itu akan dipakai olah dirinya sendiri. Ternyata perkiraan Kayra salah, Wina malah memberikan jaket itu kepada Kayra.

“Loh, kok dikasih gue? Kan itu jaket lo, Win. Pake aja. Lagian lo didepan, langsung kena angin.” Kayra berusaha menolak, karena gaenak.

Wina hanya tertawa, kemudian mengambil tangan Kayra dan memberi jaketnya tadi. “Gapapa, Ra. Nanti lo dingin, keangin-angin gitu. Kan lo biasanya naik mobil. Kalo gue udah biasa, naik motor gini.” ucap Wina.

“Wina-”

“Sstt. Sini, gue pegang dulu tas-nya.”

Akhirnya Kayra menyerah, kemudian memakai jaket milik Wina. Kemudian mereka memakai helm masing-masing dan duduk di jok motor.

Sebelum Wina menginjak gas, ia berkata, “Ra, pegangan. Peluk juga gapapa, daripada lo jatoh, kan. Bahaya.”

Kayra menunduk, ia merasakan pipinya memanas. Tangan Kayra pun melingkar di perut Wina. Namun, Kayra gamau terlalu menempel pada Wina, ia takut Wina dapat merasakan detakan jantungnya yang begitu kencang sekarang.

Selama di perjalanan, mereka sempat mengobrol. Ketika bersama Wina, percakapan mengalir begitu saja, ga awkward sama sekali. Kayra merasa nyaman.

Tidak terasa, mereka telah sampai di depan kediaman keluarga Dinata. Kayra turun dari motor dan mengembalikan helmnya. Senyum masih terlukis di bibir Kayra, dan senyuman itu juga dibalas dengan senyuman dari Wina. Mereka pun tertawa pelan karena sama-sama tersenyum seperti itu.

“Makasih, Wina.” ucap Kayra, masih tersenyum. Wina mengangguk.

“Sama-sama, Ra. Masuk gih” Wina juga masih tersenyum pada gadis di hadapannya.

Sesampainya di kamar, Kayra langsung telentang di kasur dengan cengiran di wajahnya. Jantungnya masih berdegup tidak karuan. “Wina…” gumamnya. Mengucapkan namanya, terasa seperti ada ribuan kupu-kupu yang beterbangan di perut Kayra.

Saat telentang, ia baru saja menyadari bahwa jaket Wina masih memeluk dirinya. Senyuman lebar langsung menghiasi wajahnya lagi.

Yes, ada kesempatan ketemu Wina lagi!