Lipbalm

Winter memiliki kebiasaan buruk, yaitu mencabuti kulit bibirnya yang kering. Ia sadar bahwa hal itu menyakiti dirinya, bikin perih bahkan berdarah, tapi… Ia tidak bisa berhenti. Karena… Enak? Sepertinya bukan enak juga, tapi mungkin satisfying dan udah kebiasaan aja.

Karina membenci hal itu. Bukan benci juga, tapi lebih ke, Ia khawatir jika Winter melakukan itu. Karena setelah Winter melakukan itu biasanya bibirnya merah-merah, bahkan berdarah, dan gadis kesayangannya itu mengeluh perih. Tapi Winter bandel, tetep aja dilakuin.

Kali ini, mereka berdua sedang berada di kamar Karina. Winter sedang semi-rebahan di kasurnya, punggungnya bersandar di headboard. Sedangkan Karina, Ia menjadikan paha Winter sebagai bantal. Kemudian badannya rebahan di kasur kesayangannya.

Winter tahu jika Karina membenci kebiasaan buruknya itu. Jadi, sedari tadi Ia berusaha untuk melakukannya secara diam-diam. Namun, rencananya selalu gagal. Tiap tangannya mulai bergerak, Karina langsung menepisnya. Winter hanya bisa menghela napas.

Tapi Winter pantang menyerah. Ini percobaan kelimanya. Ia berusaha diam-diam menggerakkan tangannya, tapi… Gagal lagi. Karina memegang tangan Winter dan menahannya.

“Udah sih.” ujar Karina. Winter cemberut.

“Pake lipbalm sana.”

Winter menghela napas. “Aku ga bawa…”

Mendengar jawaban Winter, Karina pun bangkit dari kasurnya, kemudian jalan menuju meja riasnya untuk mengambil lipbalm. Setelah itu, Ia kembali ke kasur lagi. Tapi kali ini Ia memilih untuk duduk di pangkuan Winter, sambil saling berhadapan.

Karina membuka lipbalm miliknya. Winter sedikit menegakkan tubuhnya, berpikir bahwa Karina akan memakaikan lipbalm di bibirnya. Namun… Karina malah memakai lipbalm itu pada bibirnya sendiri.

Winter mengernyit, bingung. “Loh aku kira kamu mau p-”

Ucapan Winter terhenti, karena bibir Karina. Iya, Karina mempertemukan bibirnya yang telah dibalut lipbalm dengan bibir Winter. Singkatnya, Karina mencium Winter.

Selama beberapa detik, Winter terkejut. Namun kemudian Ia membalas ciuman gadisnya. Menutup matanya, merasakan bibir gadisnya yang lembut dan lembab karena lipbalm yang Ia gunakan.

Beberapa menit kemudian, mereka melepaskan ciumannya. Winter menatap bibir Karina. God knows how much she loves those pretty and plump lips…

Karina tersenyum, kemudian menggoda Winter, “Suka ya?”

Winter tersipu malu.

Karina mengelus bibir Winter dengan jempolnya. “Jangan cabutin kulit bibir lagi, ya?”

Winter hanya diam, menatap Karina.

“Kalo kamu lagi pengen cabutin kulit bibir, bilang aku aja. Nanti aku cium lagi.” ucap Karina.

Winter pun langsung tersenyum, dan mengangguk semangat. Karina juga ikut tersenyum, melihat puppy menggemaskan dihadapannya. Ia pun mengelus rambut pendek gadisnya.

“Karin…”

“Hm?”

“Kayanya aku lagi pengen cabut kulit bibir lagi.”

Tawa Karina pecah. “Bilang aja, kamu mau aku cium lagi, ya?”

Winter memanyunkan bibirnya dengan gemas, “Iya… Mau cium lagi.”

And so they did. Over and over.