Olahraga
Pada hari ini, terdapat mata pelajaran olahraga. Keduanya, kelas 3A dan 3B memiliki jadwal olahraga yang sama, yaitu di pagi hari ini. Tentu hal ini digunakan oleh Winter bahkan Karina sebagai kesempatan untuk bersama. Dapatkah kalian bayangkan apa yang akan mereka lakukan?
Dimulai saat baris berbaris, tentu kedua kelas tersebut barisannya berbeda. Gurunya saja berbeda. Tapi Winter si bocil bucin itu diem-diem menyusup ke barisan 3A dan berdiri di belakang Karina.
Winter menyolek pundak Karina, dan yang dicolek pun menoleh ke belakang.
“Winter?! Winter ngapain disini?? Balik ke barisan Winter, gih!” ucap Karina. Mulutnya memang berkata seperti itu, tetapi hatinya berbunga-bunga dan bibirnya lagi nahan senyum ngeliat Winter yang ingin dekat dengan dirinya.
“Winter mau deket Rina..” ujar Winter.
Karina menghela napas. “Tapi nanti Winter dicariin terus diomelin, gimana?”
Baru aja diomongin, hal itu langsung kejadian. Terdengar suara guru olahraga 3B dan teman-teman Winter yang memanggil nama Winter.
“Winter Kim? Winter? Winter ga masuk?”
“Winter masuk, Pak!”
“Lah Winter kemana?”
“Winter! Winter!”
Karina menatap Winter. “Tuhkan, dicariin..”
Winter menghela napas. Secara ga sadar, Karina juga. Yah, Winter harus balik dong…, keluh Karina dalam hati.
Tak lama kemudian, Winter merasa orang-orang di sekitarnya menunjuk ke arah dirinya, diikuti dengan guru olahraga 3B yang berdiri di hadapannya.
“Winter Kim? Kamu kenapa baris disini, hm?”
Mata Winter membulat. Ah, ketauan…
“M-maaf, Pak.. Ini Winter balik..” ucap Winter pelan. Kemudian ia pun kembali ke barisan yang seharusnya, tentu sebelumnya sempat pamit ke Karina dengan dadah-dadah kecil dulu.
Winter menyukai olahraga, sedangkan Karina tidak terlalu. Winter jago hampir dalam semua praktek materi PJOK, sedangkan Karina tidak. Nggak pingsan setelah keliling lapangan berkali-kali aja Karina udah bersyukur.
Materi pembelajaran hari ini adalah lari. Para siswa diperintahkan untuk sprint 100 meter. Seperti yang telah disebutkan barusan, Winter jago dalam bidang olahraga. Saat namanya dipanggil, Winter segera mempraktekkan sprint sesuai aturan. Winter berlari dengan waktu yang sangat singkat, bahkan guru olahraganya berkata bahwa Winter memecahkan rekor lari tercepat bagi siswi seangkatan. Dari kejauhan, Karina tersenyum bangga dan diam-diam bertepuk tangan melihat teman kesayangannya itu.
Setelah gilirannya, Winter tinggal beristirahat sambil memandangi teman kesayangannya, yaitu siapa lagi kalo bukan Karina. Sedangkan Karina, saat ia melihat Winter hampir menoleh ke arahnya, ia langsung membuang muka. Takut ketauan ngeliatin dari tadi.
Tiba giliran Karina. Winter bahkan pindah duduk, ia duduk di lapak kelas 3A, dan paling deket sama tempat lintasan lari.
“Rina semangat!” Winter bersorak dibarengi dengan cengiran di wajahnya. Wajah Karina yang tadinya khawatir karena takut jatuh, langsung berubah jadi tersenyum sumringah. Ia menunduk malu, temannya itu gatau malu.
Namun, saat berlari, kekhawatiran Karina berubah jadi kenyataan. Ia tersandung batu kecil yang ada di lintasan hingga tersungkur ke tanah. Celana panjang olahraganya hingga robek di bagian lutut, dan lututnya itu pun berdarah. Telapak tangan hingga bagian sikutnya kotor kena serpihan batu, ada beberapa luka dan darah juga. Karina langsung terduduk sambil menunduk, menutupi wajahnya. Sebenarnya ia malu, tetapi karena kesakitan, ia tidak dapat menahan tangisnya.
Winter yang melihat itupun langsung sigap bangkit dan menghampiri teman kesayangannya. Begitupun teman-teman yang lain hingga gurunya, tetapi mereka hanya berdiri di sekeliling Karina. Sedangkan Winter langsung berlutut dan memeluk Karina, menempatkan kepala Karina di dadanya dan mengelus kepalanya lembut.
Wajah Winter mendekat ke bagian kiri kepala Karina, terutama telinga, kemudian berbisik, “Ke UKS, ya? Winter bersihin lukanya.”
Setelah bertanya seperti itu, Winter merasakan Karina yang masih menangis sesenggukan itu menganggukkan kepalanya.
Di tengah pelukan tersebut terdengar suara bapak-bapak, “Winter, permisi.”
Pak guru bersiap untuk menggendong Karina ke UKS. Winter sempet protes, “Pak, biar Winter-”
“Kamu ga kuat. Permisi dulu.” Pak guru memotong ucapan Winter dan bergegas mengangkat tubuh Karina, kemudian menggendong dengan bridal style. Karina terpaksa melepas pelukan Winter. Winter mendengus kesal.
Kenapa sih badan Winter kecil?! Winter mau gendong Rina juga!!, pikir Winter kesal.
Setelah Karina digendong oleh Pak guru, Winter bergegas mengikuti mereka hingga ke UKS. Tidak memperdulikan kenyataan bahwa pelajaran masih berlangsung, ataupun panggilan dari teman-temannya.
Sesampainya di UKS, Pak guru menempatkan Karina di kasur, kemudian bergegas pergi, mencari anak PMR untuk mengobati Karina. Saat Pak guru pergi, Winter diam-diam masuk ke dalam UKS dan langsung mencari kotak P3K.
Mendengar suara grasak grusuk, Karina yang tadinya menunduk meratapi lukanya pun mendongak. Matanya bertemu dengan punggung kecil Winter yang sedang membuka-buka lemari dan laci di UKS.
Karina memecah keheningan, “Winter?”
“Nah, ketemu!” ujar Winter sambil memegang kotak putih bertuliskan P3K itu.
Winter menghampiri Karina dan duduk di pinggir kasur. Winter menatap wajah Karina yang penuh air mata. Ia menjulurkan tangan dan menempatkan tangan tersebut di pipi Karina, kemudian menghapus air mata Karina dengan jempolnya.
“Udah, Rina jangan nangis lagi, ya? Winter obatin.” ujarnya. Karina tidak dapat menahan senyumnya. Ia tersenyum sangat lebar sambil mengangguk.
Kemudian Karina teringat, “Winter, kan masih jam pelajaran olahraga? Nanti Winter diomelin, gimana?”
Selagi membersihkan luka Karina, Winter sedikit terkekeh sebagai respon dari pertanyaan Karina barusan. Lalu Winter berkata, “Rina lebih penting.”
Iya, hal itu sukses membuat Karina tersipu malu. Karina bersyukur Winter lagi sibuk obatin lukanya jadi ga bisa ngeliat pipi Karina yang memerah.