Rencana Winter

“Winter, kamu udah pacaran sama Karina, kan ya? Gimana cara kamu nembaknya?”

Mendengar pertanyaan itu, Winter yang tadinya sedang menulis pun menoleh.

“Kenapa? Gigi mau pacaran sama orang?” bukannya menjawab, Winter malah melontarkan pertanyaan lagi.

“Iya…” jawab Giselle.

“Wah! Siapa orangnya?” Winter menatap teman sebangkunya dengan excited.

“Uhm… Ningning.”

Mendengar jawaban Giselle, cengiran Winter makin lebar. Ia sangat bersemangat.

“Ningning? Wow! Tembak aja, Gigi!!” seru Winter.

Giselle menatap bocil di hadapannya bingung. Kenapa malah dia yang semangat?

“Aku bingung… Kayanya Ningning cuma sayang sama Aya.” Giselle menghela napas.

“Aya? Masa sih? Ih, Ningning gak jelas.” ujar Winter. Giselle menempeleng kepalanya pelan.

“Gebetan aku jangan dikatain!” seru bocil dengan gigi kelinci itu. Winter hanya menyengir.

Setelah beberapa saat, Winter kembali membuka mulut. “Eh, Gi! Winter punya ide!”

Giselle pun langsung fokus menatap sahabatnya, mendengarkan ide yang disebutkan oleh Winter tersebut.


Keesokan harinya, Giselle, Winter, dan juga Karina sedang berada di rumah Ningning. Loh, kenapa tiba-tiba ada Karina? Jawabannya simpel, karena Winter ga bisa lepas dari Karina.

Mereka berempat sedang berada di ruang keluarga rumah Ningning. Ningning – Giselle – Winter – Karina, itulah urutan posisi duduk mereka di sofa. TV sedang menyalakan acara random, seperti cocomelon.

Kemudian, Winter membuka suara. “Ningning, Winter mau pipis. Toiletnya dimana?”

Ningning mengarahkan dengan jari telunjuknya. “Pake kamar mandi di kamar Ning aja.”

Winter pun mengangguk dan bangkit untuk beranjak ke kamar mandi. Tidak lupa, ia berbisik pada Giselle untuk mengingatkannya akan rencana yang telah mereka susun sebelumnya.

“Winter, Rina mau ikut.” ujar Karina, dan ia pun mengikuti jejak Winter.

Mereka berdua berbohong. Winter tidak ingin pipis, tetapi…

“Itu dia, si Aya!” ujar Winter sambil menunjuk ke tokek yang berada di dalam kandang kecil di kamar Ningning.

“Ini kita umpetin dimana ya, Rina?”

Iya, itulah rencana Winter. Menculik Aya alias Buaya alias tokeknya Ningning, dan tidak akan mengembalikannya sebelum Ningning menerima Giselle sebagai pacarnya. Pemaksaan, ya? Ada-ada aja, bocil…

Mereka mengintip, memastikan Ningning sedang tidak melihat ke arah mereka. Ternyata Ningning dan Giselle gaada di tempat sebelumnya. Mungkin mereka ke ruang bermain? Entahlah. Kemudian, kedua bocil tersebut mengendap-endap, membawa Aya beserta kandangnya. Mereka pun masuk ke salah satu ruangan untuk umpetin Aya.

Winter menempatkan Aya dan kandangnya di pojok ruangan, dibalik pintu. “Rina, ini kamar siapa ya?”

Karina menatap ke salah satu foto yang dipajang di kamar tersebut, menunjukkan dua wanita dengan bibir yang saling bertaut.

“Kamar orangtuanya Ningning, itu Aunty Nini sama Aunty Joy.” jawab Karina.

Winter mengangguk, lalu ikut melihat ke arah tatap Karina.

“Rina, itu lagi ciuman, ya?” tanya Winter.

Karina sedikit menunduk. “U-uh.. I-iya, Winter.”

Winter membuka mulut lagi, “Rina mau cobain ga?”

Pertanyaan Winter membuat mata Karina membulat. Ia terkejut, bisa-bisanya Winter berbicara begitu dengan santainya.

Kemudian percakapan mereka terhenti karena terdengarnya suara tangisan Ningning.


“Buayaaa!! Ning mau Aya! Buaya Ning mana…” ujar Ningning sambil menangis. Ia terkejut saat masuk ke kamarnya dan mengetahui jika tokek kesayangannya tidak ada di tempatnya.

Winter dan Karina masuk ke kamar, melihat Ningning yang meronta-ronta di kasurnya dan Giselle yang sedang (pura-pura) mencari-cari Aya.

Saat Ningning melihat Winter, dirinya langsung menghampiri Winter dan menarik kerah bajunya. “Winter, ya?! Winter ambil Buaya Ning?!”

“E-eng-”

Ningning berbicara lagi, “Ngaku!”

“T-tapi Ningning t-terima Gigi dulu!”

“Terima apa?! Mana Buaya Ning! Balikin!”

“T-terima dulu!”

“Apa sih?! Udah ah! Winter pulang aja! Semuanya pulang! Ning mau cari Aya!” Ningning berteriak-teriak. Kemudian melepaskan pegangannya pada kerah Winter.

Karina menatap adegan di hadapannya tidak percaya. Ia tidak percaya Ningning semarah ini. Pacarnya hingga kena amarahnya itu. Ia pun mengusap-usap punggung Winter.

“Ningning… Winter minta ma-”

“Winter pulang!”

“Ning-”

“Pulang! Ning ga mau tau.” ujar Ningning sambil membelakangi teman-temannya.

Akhirnya, Winter beserta kedua bocil lainnya—Karina dan Giselle—melangkah keluar, berjalan pulang.

Di perjalanan pulang, tidak ada yang berbicara sama sekali. Mereka masih takut dengan Ningning yang semarah itu. Terutama Winter, yang kena amukannya langsung.