Under The Mistletoe
Setelah berhasil meyakinkan bundanya untuk membiarkan dirinya bermain di rumah Winter dulu, Karina pun memasuki kediaman keluarga Winter dengan tangan kanannya menggandeng Winter dan tangan kirinya membawa kotak kecil yang dimaksudkan sebagai kado natal untuk pacarnya.
Winter mengajak pacarnya itu untuk masuk ke kamarnya, karena di luar banyak orang dan Winter ga suka. Winter mau berduaan dengan pacarnya, mumpung pacarnya itu sedang berada disini. Bocil berumur 8 tahun itu membawa kesayangannya untuk duduk di kasurnya.
Karina duduk membelakangi headboard, dan Winter duduk di hadapannya. Winter hendak meraih kedua tangan Karina, tetapi Ia melihat sebuah kotak kecil yang berada di tangan kiri Karina. Ia pun bertanya, “Rina, itu apa?”
Bukannya menjawab, Karina malah menunduk malu.
“Itu bukan cincin tunangan kaya yang Om-nya Winter kasih ke Aunty-nya Winter kan? Rina bukannya mau ngajak Winter tunangan kan? Rina, kita masih kecil…” cerocos Winter. Kemudian dirinya dihadiahi tabokan pelan dari Karina, diiringi dengan tawa yang keluar dari mulutnya.
“Ya enggak lah, Winter! Tunggu kita udah gede dulu.” ucap Karina. Winter hanya cengengesan.
Karina pun memegang tangan Winter, dan menempatkan kotak kecil—yang sedari tadi Ia pegang—pada telapak tangan Winter. Lalu Karina berucap, “Ini kado natal buat Winter. Buka deh.”
Mata Winter membulat. “K-kado natal?”
Aduh… Kok Winter bisa sampe lupa, sih?! Winter ga nyiapin apa-apa buat Rina…, pikir Winter.
Karina mengangguk semangat. “Iya, kado natal. Winter juga siapin kado buat Rina, kan?”
Winter tersenyum kikuk. “I-iya... Dong! Nanti liat, kado dari Winter keren!” ucap Winter berusaha santai
WINTER HARUS KASIH KADO APAAA??!, teriak Winter dalam hati.
“Kok Winter diem aja? Buka kadonya, dong!” seru Karina.
Mendengar itu, Winter pun langsung membuka kado dari pacarnya itu. Setelah dibuka, ternyata ada dua gelang handmade, dengan inisial W dan K. Winter tersenyum lebar. Ia sangat senang menerima kado dari pacarnya itu.
“Ini gelang couple gitu, Winter. Rina bikin sendiri loh!” ucap Karina bangga.
Setelah mendengar bahwa kado ini dibuat oleh pacarnya sendiri, Winter makin seneng. Tapi Ia juga jadi makin merasa buruk, karena dirinya tidak menyiapkan apa-apa.
“Winter kenapa bengong mulu, sih? Sini, Rina pakein. Yang inisial K buat Winter. Karena Winter itu milik inisial K, yaitu Karina!” ujar Karina sambil menyengir dan memakaikan gelang itu pada pacarnya.
Karina tersenyum, melihat tangan dirinya dan pacarnya yang dilingkarkan dengan gelang couple hasil karyanya. Winter juga ikut tersenyum, merasa bahagia memiliki pacar seperti Karina.
Dengan senyum yang masih terlukis di wajahnya, Winter berkata, “Makasih ya, Rina.”
Karina mengangguk sambil tersenyum.
Lalu dengan polosnya, Winter membuka mulutnya lagi, “I love you, Rina.”
Sekujur tubuh Karina rasanya membeku saat mendengar tiga kata tersebut secara langsung.
Melihat Karina yang terdiam, Winter cemberut. “Kok Rina diem aja?”
Mata Karina membulat, kemudian Ia buru-buru membalasnya, “I-i love you too, W-winter…”
Winter pun kembali tersenyum, makin lebar malah. Namun, kalimat yang dilontarkan Karina selanjutnya membuat senyuman itu berubah jadi ekspresi panik.
“Sekarang… Kado Rina mana?” tanya Karina sambil menyengir.
Winter ikut menyengir. Menyengir panik.
Matanya memindai seluruh isi kamarnya, kemudian tatapannya jatuh pada hiasan santa claus yang berada di mejanya. Ia teringat…
Winter kembali menatap Karina, kemudian berkata, “Rina tutup mata dulu! Jangan melek sampe Winter suruh, okay?!”
Karina pun mengangguk, dan menurutinya.
Beberapa saat kemudian, Karina mendengar suara Winter yang menyuruhnya untuk membuka matanya. Saat Ia membuka mata, Ia melihat Winter yang menggunakan kostum santa claus—lengkap dengan jenggot putih dan topi iconic-nya—sambil mengucapkan, “Rina! Merry Christmas! Ho! Ho! Ho!”
Melihat pacarnya itu, Karina tersenyum lebar. Ia bahagia melihat pacarnya yang lucu seperti itu, jantungnya pun berdegup kencang.
“It's Winter Claus!” seru Karina.
Winter tersenyum lebar, kemudian kembali duduk di hadapan Karina lagi.
Karina bertanya, “Ini kado Rina?”
“I-iya… Rina s-suka ga?” tanya Winter takut.
Karina menyengir dan mengangguk semangat, “Rina suka! Suka banget!” lalu melompat dan memeluk Winter hingga dirinya terdorong kebelakang, jatuh ke kasur.
Mereka berdua tertawa, tetapi kemudian Winter protes, “Rinaaa! Nanti topi sama jenggot Winter copot!”
Karina tertawa terbahak-bahak, kemudian kembali duduk tegak.
Winter berbicara lagi, “Winter bukan santa claus biasa, Winter ini gabungan santa claus sama genie!”
Mata Karina berbinar, menatap pacarnya dengan penuh kasih sayang.
“Winter bakal mengabulkan tiga permintaan Rina!”
“Kalo lebih, boleh ga?” tanya Karina iseng.
Winter menautkan alisnya, pura-pura marah. “Ihhh…”
Karina terkekeh, “Hahaha… Iya, iya. Rina bercanda.”
Winter tersenyum lebar lagi. “Jadi, apa permintaan Rina?”
Karina memasang pose seakan-akan Ia sedang berpikir. “Hmm… Rina mau minta Winter buat copot jenggot Winter!”
Winter menatap Karina tidak percaya. “Ih! Kalo dicopot, Winter gak jadi Winter Claus lagi, dong…”
Karina tertawa kecil, lalu berkata, “Gapapa. Abisnya kalo pake jenggot, Rina gabisa liat muka Winter, ketutupan jenggot! Tanpa jenggot pun Winter tetep jadi Winter Claus kok buat Rina!”
Winter menimbang-nimbang alasan Karina dan akhirnya setuju untuk mencopot jenggot putihnya. “Okay, deh.” ucapnya.
Setelah Winter mencopot jenggotnya itu, Karina tidak berhenti memandangi dirinya. Awal-awal sih Winter seneng diliatin, bahkan balas menatap Karina. Tapi lama-lama Ia merasa malu, jantungnya berdegup makin kencang, akhirnya Ia pun mengganti arah pandangnya. Memindai seisi kamar, lalu tatapannya jatuh pada mistletoe yang menggantung di tembok di atas headboard kasurnya.
“Rina! Liat deh. Di atas kepala Rina itu.” ujar Winter sambil menunjuk tempat dimana mistletoe itu berada.
Karina mendongak, kemudian matanya menemukan mistletoe yang menggantung tepat di tembok di atas kepalanya.
“Mistletoe?” tanya Karina.
Winter mengangguk. “Iya! Winter minta Mamah buat tempelin itu disitu karena Winter suka, bentuknya bulet kaya donat tapi warna ijo. Ada topping-nya lagi, pita warna merah. Jadi Winter minta buat tempelin di kamar Winter, deh.”
Karina tersenyum, mendengarkan cerita pacarnya.
Setelah bercerita mengenai mistletoe, Winter menemukan permen di atas nakasnya. Ia pun bertanya, “Eh! Rina mau permen ga?” seraya bangkit untuk mengambil permen tersebut.
Setelah mendapatkan permennya, Ia kembali duduk di posisinya barusan. Ia mengeluarkan satu permen khas natal—candy cane—lalu menawarkannya pada Karina. Karina pun mengambil permen tersebut.
Saat sibuk memakan permen, Karina bersuara, “Winter, Rina punya permintaan lagi.”
Winter mendongak, menaikkan alisnya seakan-akan bertanya, 'Apa?'
“Rina mau minta Winter buat duduk di sini, sebelah Rina.” ucap Karina sambil menepuk-nepuk tempat di sebelahnya.
Winter pun mengangguk dan pindah ke tempat yang Karina inginkan. Setelah pindah tempat, Ia masih sibuk dengan permennya. Menggigit kemudian mengunyah permen tersebut.
Berbeda dengan Winter, Karina hanya menjilat dan mengemut permennya. Dan matanya memandang Winter, melihat betapa gemasnya perempuan mungil di sebelahnya yang sedang sibuk memakan permen. Melihat bagaimana pipinya menyembul ketika Winter berusaha menggigit permen yang sedikit besar dengan menggunakan gigi gerahamnya. Secara tidak sadar, wajah Karina mendekat.
“Rina, permen-”
Ucapan Winter terhenti ketika Ia merasakan sesuatu yang lembut menyapa pipi kirinya. Rina nyium pipi Winter??!
Karina sendiri terkejut dengan hal yang baru Ia lakukan tersebut. Ia menutup mulutnya, bisa-bisanya dirinya tidak sadar hingga mencium pipi Winter seperti itu.
“M-maaf W-winter-”
Kali ini, ucapan Karina yang terhenti. Karena kali ini, Winter yang membalas mencium pipi kanannya. Karina membeku, pipinya memerah.
“Impas!”
Karina tertawa, mendengar Winter yang mengatakan mereka telah impas karena telah sama-sama mencium pipi satu sama lain. Winter pun ikut tertawa.
Setelah tawa mereka mereda, keheningan menyelimuti mereka. Karina pun memecah keheningan tersebut dengan, “Rina seneng natalan sama Winter.”
Winter menengok, menatap perempuan di sebelahnya. “Winter juga. Winter seneng Rina disini.”
Karina menahan senyumnya dengan menunduk. Winter bergeser untuk mendekat ke arah Karina, kemudian menyandarkan kepalanya di pundak bocah yang lebih tinggi. Keheningan menyelimuti mereka lagi.
Namun, tak lama kemudian Karina memecah keheningan tersebut, lagi. “Winter,” panggilnya.
Tanpa mengubah posisi, Winter menjawab, “Iya, Rina?”
“Rina p-punya satu permintaan lagi, kan?” tanya Karina.
Winter pun menjawab, “Iya.”
“Winter… Rina mau minta Winter buat c-cium p-pipi Rina l-lagi…” Karina berusaha untuk tidak gagap saat mengucapkannya, tetapi gagal total karena terlalu nervous.
Winter pun menegakkan tubuhnya, lalu menengok, memandang pipi gadisnya yang sudah mulai memerah. Ia tersenyum, menahan tawanya.
Pelan-pelan, Winter mendekatkan wajahnya dengan pipi Karina, matanya tertutup. Karina yang tidak sabar karena Winter tak kunjung mencium pipinya itu pun menoleh, ingin protes pada pacarnya.
“Winter mana ciumn-”
Ketika Karina menoleh, Winter tepat berada di depan wajahnya. Karina terkejut, sehingga dirinya membeku. Ia ingin menoleh ke arah lain, namun terlambat… Karena bibir Winter sudah terlanjur ketemu dengan bibirnya sendiri.
Kok pipi Rina rasanya beda ya? Ini lebih enak deh… ujar Winter dalam hati.