UTS — Day Two.
Hari kedua UTS.
Bening telah duduk dengan rapi, bersiap untuk membantai ujian hari kedua ini. Tak lama kemudian, Gisya datang menghampiri dan duduk di sebelahnya.
Kali ini, Gisya membawa portable fan, dan sekarang sedang menggunakannya untuk meminimalisasi gerah yang Ia rasakan. Bening yang melihat itu pun berucap, “Wah, Kak Gisya bawa kipas juga.”
Gisya menoleh ke arah Bening, lalu terkekeh. “Iya, aku langsung beli kemaren,” Gisya tertawa kecil, “Biar kamu ga usah ribet-ribet sharing kipasnya sama aku. Kan enak, kalo have it all for yourself.“
Bening tersenyum, menggeleng pelan. “Engga kok, Kak. Aku malah seneng bisa kipasan bareng Kak Gisya, hahaha,” Bening tertawa kecil.
Gisya menaikkan alis, lalu menempatkan portable fan miliknya di tengah meja. “Sini, kipas kamu taro di sebelah punya aku. Biar tetep kipasan bareng tapi anginnya 2x lipat.”
Mendengar itu, Bening pun langsung menempatkan portable fan miliknya disana. Ia tertawa, “Hahaha, kipasan bareng.”
Gisya tersenyum lebar. Lalu Ia teringat sesuatu.
Gisya menunjukkan tempat pensilnya, seraya berkata, “Aku udah bawa tempat pensil sekarang.”
Bening menyengir, “Ga minjem aku lagi, dong?”
Gisya mengangguk. “Iya. Abis kalo minjem kamu, aku ngeri, takut lupa balikin. Nanti bayar denda, lagi.”
Mata Bening membulat, terlihat panik. Lalu Ia membuat gesture seakan-akan Ia mengatakan “tidak” dengan tangannya. Kepalanya menggeleng kuat. “Kak, ya ampun ... Maaf, maksudnya ga gitu … Sumpah, gapapa kalo Kak Gisya ga sengaja ngilangin juga, aku-”
Gisya tertawa. “Aku becanda, Bening.”
Melihat itu, wajah Bening memerah. Ia pun langsung menunduk, malu.
Pelajaran pertama Gisya adalah Fisika. Gisya kurang suka Fisika, karena menurutnya, banyak materi yang cukup complicated dan sulit untuk Ia mengerti.
Biasanya, Gisya menggunakan kalkulator untuk mempercepat pekerjaan. Gisya bisa dibilang seorang yang pintar, tapi sedikit lama ketika menghitung. Makanya Ia membutuhkan kalkulator. Dari kemarin pun, Ia diam-diam membawa kalkulator saat ujian. Untung saja, pengawasnya tidak melihatnya.
Namun, kali ini … Ia lupa akan kalkulatornya. Gisya adalah seorang yang pelupa. Telah terbukti, kemarin saja Ia lupa membawa tempat pensilnya.
Tiga puluh menit telah berlalu, tetapi gisya baru saja mengerjakan sekitar 5 soal. Gisya gelisah, karena soal yang harus dikerjakan masih banyak dan dirinya tidak dapat mengerjakan dengan cepat.
Dari ekor mata Gisya, Ia dapat melihat Bening yang mengeluarkan ponsel dari kantongnya, dan mulai googling jawaban.
Apa gue pinjem hp Bening buat ngitung, ya?
Gisya pun mendekatkan tubuhnya ke arah Bening, lalu berbisik, “Bening.”
Bening sedikit terlonjak, “K-kenapa, Kak Gisya?”
“Kalo nanti lagi ga dipake, boleh pinjem hp-nya, gak? Aku mau pake kalkulator … Boleh?”
Bening melihat ke arah ponselnya, lalu ke arah Gisya. “B-boleh kok, Kak.”
Gisya tersenyum lebar, yang membuat matanya ilang. “Oke, Bening. Makasih, ya.”
Setelah Bening selesai menggunakan ponselnya, Ia memberikannya pada Gisya. Berkat bantuan ponsel Bening, Gisya jadi dapat mengerjakan soal-soal dengan lebih cepat.
Pukul 22:00. Bening baru saja selesai belajar untuk UTS besok. Ketika merapikan barang-barangnya, Ia melihat sebuah tulisan di belakang kartu ujiannya.
Kenapa gemes banget …