Nginep
Karina sudah selesai makan malam. Sekarang dirinya dan Winter sedang berduaan di kamar, Bunda Irene sedang sibuk beres-beres rumah sebelum bobo.
Karina sedang semi rebahan di kasur, kakinya lurus diatasnya sedangkan punggungnya bersandar pada tumpukan bantal di belakangnya. Sedangkan Winter, Ia sedang berkeliling kamar Karina dan bertanya-tanya mengenai hal yang dilihat dan dipegangnya.
“Rina ini apa?”
“Rina ini mainan?”
“Rina ini gimana cara maininnya?
“Rina beli dimana? Winter mau kaya gini juga.”
Dan sebagainya.
Jujur, kalo orang lain yang begitu mungkin kepalanya udah digaplok Karina. Tapi karena ini Winter, Karina jadi senyam senyum dan setia menjawab apapun yang ditanyakan oleh teman kesayangannya itu.
Winter memegang salah satu benda berbentuk lonjong berwarna kuning dengan bebek di ujungnya, yang ternyata sebuah gelembung sabun.
“Rina ini lucu banget, bebek! Ini balon ya?” tanya Winter.
Kemudian bocil itu membukanya dan hampir meniupnya, tetapi Karina dengan sigap langsung bangkit dari kasur dan menahannya.
“Jangan ditiup disini, Winter. Nanti lengket.” ucap Karina.
Mendengar itu, Winter langsung menurutinya. Ia menutup gelembung sabun tersebut dan mengembalikannya ke tempat semula. Setelah itu, Winter ga mau megang-megang barang Karina lagi dan langsung beranjak ke kasur, diikuti dengan Karina di belakangnya.
Karina kembali semi rebahan lagi, dengan iPad yang berada di pangkuannya.
“Winter suka dengerin lagu sebelum tidur ga? Lullaby gitu?” tanya Karina sambil nge-scroll iPadnya.
Winter menggeleng. Kemudian berkata, “Engga. Tapi Winter suka denger lagu ini-”
Karina menyerahkan iPadnya pada Winter, membiarkan gadis kecil disebelahnya memilih lagu.
Ternyata lagu yang diputer jauh dari ekspektasi Karina. Ia berekspektasi Winter akan memutar lagu seperti lullaby karena udah mau tidur, tetapi…
“I'M ON THE NEXT LEVEL!” seru Winter, mengikuti penyanyi dalam lagu yang sedang diputar. Tidak hanya itu, Winter langsung berdiri dan berjoget di atas kasur.
Karina bengong. Speechless…
Beberapa saat kemudian, Karina yang bengong itu ditarik untuk ikut berdiri dan berjoget bersama Winter. Karina tidak bisa mengelak, akhirnya pasrah mengikuti kemauan Winter.
Awalnya Karina masih diem malu-malu, tapi lama-lama berasa kerasukan arwah Winter, jadi heboh juga.
Selain lagu yang diputar, suara gelak tawa memenuhi kamar Karina malam ini. Karina bahkan telah melupakan rasa sakit karena luka-lukanya. Ia merasa bahagia, tersenyum lebar dan tertawa lepas, bersama Winter.
Beberapa lagu telah diputar, mereka mulai merasa capek. Akhirnya mereka mematikan lagunya, sedikit membanting tubuh mereka untuk telentang di kasur. Suara lagu sudah berhenti, tetapi gelak tawa masih tetap meramaikan kamar Karina. Mereka ngos-ngosan sambil rebahan di kasur.
Setelah hening beberapa menit dan tawa sudah reda, Karina membuka mulut. “Winter udah mau bobo? Rina matiin lampunya, ya.”
Winter bahkan belum menjawab, tapi Karina sudah beranjak untuk mematikan lampu kamarnya kemudian menyalakan lampu tidurnya. Ia memiliki lampu tidur yang bisa memancarkan cahaya berbentuk bintang dan bulan. Langit-langit dan bagian-bagian samping kamarnya dihiasi dengan cahaya berbentuk bintang, dilengkapi dengan bulan yang berada ditengah.
Setelah menyalakan lampu tidur, Karina menempatkan dirinya di samping Winter. Keduanya menatap ke arah langit-langit kamar Karina.
“Lampu kamar Rina bagus, kita kaya lagi liat bintang sama bulan di langit beneran.” ucap Winter. Karina tersenyum.
“Nanti kalo Rina sama Winter udah gede, kita liat langit yang beneran, ya. Kalo udah gede kan boleh keluar malem-malem. Nanti malem-malem kita liat langit beneran berdua kaya gini di luar.” ujar Karina. Winter tersenyum dan mengangguk semangat.
“Oke!” ujar Winter.
Selama beberapa menit, keheningan menyelimuti mereka. Hanya terdengar deru nafas dari kedua perempuan tersebut.
Kemudian, Karina memecah keheningan, “Winter.”
“Eung?“
Karina menghela napas, kemudian bertanya, “Winter cita-citanya mau jadi apa?”
Winter berpikir sejenak, lalu menjawab, “Yang gambar-gambar rumah itu apa namanya?”
Karina menautkan alis, “Arsitek?”
“Nah, iya itu! Kata Mamah, gambar Winter bagus, terus Winter juga pinter matematika. Jadi kata Mamah, Winter cocok jadi arsitek.” jawab Winter yang direspon dengan anggukan dari Karina. “Kalo Rina mau jadi apa?”
“Rina masih bingung, antara dokter atau guru. Kalo jadi dokter, biar kaya Ayah Rina. Menolong orang, Rina suka. Terus tapi kata Bunda, Rina kan suka ngajarin temen-temen, jadi bagus kalo jadi guru juga. Jadi gitu, Rina masih gatau mau jadi dokter apa guru.” jawab Karina panjang lebar. Winter mengangguk-angguk, mendengarkan jawaban Karina.
Setelah hening beberapa saat, Karina berbicara lagi. “Rina masih gatau nanti mau kerja jadi apa, tapi yang Rina tau, Rina mau bareng-bareng sama Winter.”
Mendengar hal yang diucapkan Karina barusan, Winter langsung menoleh dan menatap gadis kecil di sebelahnya. Senyuman terlukis di bibirnya.
“Winter juga mau sama Rina terus.”
Karena mendapat respon sesuai yang diinginkan, Karina tersenyum lebar.
“Rina suka kalo Winter nginep. Rina seneng. Rina mau Winter nginep setiap hari.” ucap Karina sambil menatap langit-langit, terlalu malu untuk menatap Winter.
“Winter juga seneng nginep di rumah Rina! Winter juga mau nginep di rumah Rina setiap hari.” ujar Winter semangat, yang sukses membuat hati Karina berbunga-bunga.
Setelah beberapa saat, Karina mengeluarkan suara lagi, “Winter janji, ya, kalo nanti udah gede bakal tetep bareng Rina terus! Nanti kalo kita udah kerja terus punya uang, beli rumah terus tinggal bareng, ya?”
Terdengar grasak grusuk di kasur. Itu berasal dari Winter, ia sedang memposisikan dirinya agar tubuhnya menghadap Karina. Karina tentunya merasakan itu, jadi ia juga ikut memposisikan tubuhnya sehingga dirinya menghadap Winter juga.
“Winter janji!” ujar Winter dengan semangat, kemudian menjulurkan tangannya dengan kelingking yang mengacung, mengajak Karina untuk pinky promise. Karina mengaitkan kelingkingnya dengan kelingking Winter, diiringi dengan tawa kecil dan senyuman lebar yang membuat matanya menyipit. Winter ikut tersenyum, melihat gadis kecil di hadapannya yang terlihat bahagia malam ini.
Lama kelamaan, rasa kantuk menghampiri kedua gadis kecil yang sedang tiduran dengan posisi saling berhadapan tersebut.
Winter yang setengah sadar memegang tangan Karina, kemudian berkata, “Rina… Winter biasanya dipeluk Mamah tiap bobo. Tapi sekarang gaada Ma-”
“Mau Rina peluk?”
Winter, dengan mata yang setengah terbuka, mengangguk sambil tersenyum.
“Tapi Rina gabisa bobo tanpa meluk Dino, Dino taro di tengah, ya? Biar Rina peluk Dino dan Winter, dua-duanya.” ujar Karina kemudian menempatkan boneka dinosaurus biru bernama Dino diantara dirinya dan Winter. Kemudian ia bergeser mendekat ke arah Winter, memeluk gadis kecil di hadapannya. Winter yang dipeluk pun membalas pelukan itu, kepalanya ndusel ke dada Karina.
Dengan begitu, kedua bocil tersebut tertidur dengan nyenyak hingga pagi. Malam berganti pagi, tetapi posisi mereka tidak berganti. Tetap setia memeluk tubuh satu sama lain. Oh iya, dengan Dino yang berada di tengah.