aetrocious

Karina sudah selesai makan malam. Sekarang dirinya dan Winter sedang berduaan di kamar, Bunda Irene sedang sibuk beres-beres rumah sebelum bobo.

Karina sedang semi rebahan di kasur, kakinya lurus diatasnya sedangkan punggungnya bersandar pada tumpukan bantal di belakangnya. Sedangkan Winter, Ia sedang berkeliling kamar Karina dan bertanya-tanya mengenai hal yang dilihat dan dipegangnya.

“Rina ini apa?”

“Rina ini mainan?”

“Rina ini gimana cara maininnya?

“Rina beli dimana? Winter mau kaya gini juga.”

Dan sebagainya.

Jujur, kalo orang lain yang begitu mungkin kepalanya udah digaplok Karina. Tapi karena ini Winter, Karina jadi senyam senyum dan setia menjawab apapun yang ditanyakan oleh teman kesayangannya itu.

Winter memegang salah satu benda berbentuk lonjong berwarna kuning dengan bebek di ujungnya, yang ternyata sebuah gelembung sabun.

“Rina ini lucu banget, bebek! Ini balon ya?” tanya Winter.

Kemudian bocil itu membukanya dan hampir meniupnya, tetapi Karina dengan sigap langsung bangkit dari kasur dan menahannya.

“Jangan ditiup disini, Winter. Nanti lengket.” ucap Karina.

Mendengar itu, Winter langsung menurutinya. Ia menutup gelembung sabun tersebut dan mengembalikannya ke tempat semula. Setelah itu, Winter ga mau megang-megang barang Karina lagi dan langsung beranjak ke kasur, diikuti dengan Karina di belakangnya.

Karina kembali semi rebahan lagi, dengan iPad yang berada di pangkuannya.

“Winter suka dengerin lagu sebelum tidur ga? Lullaby gitu?” tanya Karina sambil nge-scroll iPadnya.

Winter menggeleng. Kemudian berkata, “Engga. Tapi Winter suka denger lagu ini-”

Karina menyerahkan iPadnya pada Winter, membiarkan gadis kecil disebelahnya memilih lagu.

Ternyata lagu yang diputer jauh dari ekspektasi Karina. Ia berekspektasi Winter akan memutar lagu seperti lullaby karena udah mau tidur, tetapi…

I'M ON THE NEXT LEVEL!” seru Winter, mengikuti penyanyi dalam lagu yang sedang diputar. Tidak hanya itu, Winter langsung berdiri dan berjoget di atas kasur.

Karina bengong. Speechless…

Beberapa saat kemudian, Karina yang bengong itu ditarik untuk ikut berdiri dan berjoget bersama Winter. Karina tidak bisa mengelak, akhirnya pasrah mengikuti kemauan Winter.

Awalnya Karina masih diem malu-malu, tapi lama-lama berasa kerasukan arwah Winter, jadi heboh juga.

Selain lagu yang diputar, suara gelak tawa memenuhi kamar Karina malam ini. Karina bahkan telah melupakan rasa sakit karena luka-lukanya. Ia merasa bahagia, tersenyum lebar dan tertawa lepas, bersama Winter.

Beberapa lagu telah diputar, mereka mulai merasa capek. Akhirnya mereka mematikan lagunya, sedikit membanting tubuh mereka untuk telentang di kasur. Suara lagu sudah berhenti, tetapi gelak tawa masih tetap meramaikan kamar Karina. Mereka ngos-ngosan sambil rebahan di kasur.

Setelah hening beberapa menit dan tawa sudah reda, Karina membuka mulut. “Winter udah mau bobo? Rina matiin lampunya, ya.”

Winter bahkan belum menjawab, tapi Karina sudah beranjak untuk mematikan lampu kamarnya kemudian menyalakan lampu tidurnya. Ia memiliki lampu tidur yang bisa memancarkan cahaya berbentuk bintang dan bulan. Langit-langit dan bagian-bagian samping kamarnya dihiasi dengan cahaya berbentuk bintang, dilengkapi dengan bulan yang berada ditengah.

Setelah menyalakan lampu tidur, Karina menempatkan dirinya di samping Winter. Keduanya menatap ke arah langit-langit kamar Karina.

“Lampu kamar Rina bagus, kita kaya lagi liat bintang sama bulan di langit beneran.” ucap Winter. Karina tersenyum.

“Nanti kalo Rina sama Winter udah gede, kita liat langit yang beneran, ya. Kalo udah gede kan boleh keluar malem-malem. Nanti malem-malem kita liat langit beneran berdua kaya gini di luar.” ujar Karina. Winter tersenyum dan mengangguk semangat.

“Oke!” ujar Winter.

Selama beberapa menit, keheningan menyelimuti mereka. Hanya terdengar deru nafas dari kedua perempuan tersebut.

Kemudian, Karina memecah keheningan, “Winter.”

Eung?

Karina menghela napas, kemudian bertanya, “Winter cita-citanya mau jadi apa?”

Winter berpikir sejenak, lalu menjawab, “Yang gambar-gambar rumah itu apa namanya?”

Karina menautkan alis, “Arsitek?”

“Nah, iya itu! Kata Mamah, gambar Winter bagus, terus Winter juga pinter matematika. Jadi kata Mamah, Winter cocok jadi arsitek.” jawab Winter yang direspon dengan anggukan dari Karina. “Kalo Rina mau jadi apa?”

“Rina masih bingung, antara dokter atau guru. Kalo jadi dokter, biar kaya Ayah Rina. Menolong orang, Rina suka. Terus tapi kata Bunda, Rina kan suka ngajarin temen-temen, jadi bagus kalo jadi guru juga. Jadi gitu, Rina masih gatau mau jadi dokter apa guru.” jawab Karina panjang lebar. Winter mengangguk-angguk, mendengarkan jawaban Karina.

Setelah hening beberapa saat, Karina berbicara lagi. “Rina masih gatau nanti mau kerja jadi apa, tapi yang Rina tau, Rina mau bareng-bareng sama Winter.”

Mendengar hal yang diucapkan Karina barusan, Winter langsung menoleh dan menatap gadis kecil di sebelahnya. Senyuman terlukis di bibirnya.

“Winter juga mau sama Rina terus.”

Karena mendapat respon sesuai yang diinginkan, Karina tersenyum lebar.

“Rina suka kalo Winter nginep. Rina seneng. Rina mau Winter nginep setiap hari.” ucap Karina sambil menatap langit-langit, terlalu malu untuk menatap Winter.

“Winter juga seneng nginep di rumah Rina! Winter juga mau nginep di rumah Rina setiap hari.” ujar Winter semangat, yang sukses membuat hati Karina berbunga-bunga.

Setelah beberapa saat, Karina mengeluarkan suara lagi, “Winter janji, ya, kalo nanti udah gede bakal tetep bareng Rina terus! Nanti kalo kita udah kerja terus punya uang, beli rumah terus tinggal bareng, ya?”

Terdengar grasak grusuk di kasur. Itu berasal dari Winter, ia sedang memposisikan dirinya agar tubuhnya menghadap Karina. Karina tentunya merasakan itu, jadi ia juga ikut memposisikan tubuhnya sehingga dirinya menghadap Winter juga.

“Winter janji!” ujar Winter dengan semangat, kemudian menjulurkan tangannya dengan kelingking yang mengacung, mengajak Karina untuk pinky promise. Karina mengaitkan kelingkingnya dengan kelingking Winter, diiringi dengan tawa kecil dan senyuman lebar yang membuat matanya menyipit. Winter ikut tersenyum, melihat gadis kecil di hadapannya yang terlihat bahagia malam ini.

Lama kelamaan, rasa kantuk menghampiri kedua gadis kecil yang sedang tiduran dengan posisi saling berhadapan tersebut.

Winter yang setengah sadar memegang tangan Karina, kemudian berkata, “Rina… Winter biasanya dipeluk Mamah tiap bobo. Tapi sekarang gaada Ma-”

“Mau Rina peluk?”

Winter, dengan mata yang setengah terbuka, mengangguk sambil tersenyum.

“Tapi Rina gabisa bobo tanpa meluk Dino, Dino taro di tengah, ya? Biar Rina peluk Dino dan Winter, dua-duanya.” ujar Karina kemudian menempatkan boneka dinosaurus biru bernama Dino diantara dirinya dan Winter. Kemudian ia bergeser mendekat ke arah Winter, memeluk gadis kecil di hadapannya. Winter yang dipeluk pun membalas pelukan itu, kepalanya ndusel ke dada Karina.

Dengan begitu, kedua bocil tersebut tertidur dengan nyenyak hingga pagi. Malam berganti pagi, tetapi posisi mereka tidak berganti. Tetap setia memeluk tubuh satu sama lain. Oh iya, dengan Dino yang berada di tengah.

Tak lama setelah pesan terakhir Winter, terdengar bel rumah berbunyi. Bunda Irene yang tadinya sedang menyiapkan makan untuk Karina pun berhenti sejenak dan bergegas membukakan pintu.

“Tante Irene!”

“Winter!”

Sudah seperti sama Ibunya sendiri, Winter memeluk Bunda Irene.

Mamah Taeng mengelus lembut kepala Winter kemudian berkata, “Dek Winto baik-baik, ya. Jangan nakal! Jangan nyusahin Tante Irene, okay?”

Winter melepaskan pelukan Bunda Irene kemudian menatap Mamanya dan mengangguk semangat, tidak lupa jempol mungilnya yang diacungkan.

“Makasih Mbak Tae, udah ijinin Winter.” ujar Bunda Irene.

Mamah Taeng menepuk pundak Bunda Irene pelan, kemudian berucap, “Aih, kaya sama siapa aja. Kalo saya mah, gapapa mau Winter pindah kesini juga, malah Alhamdulillah.” Mamah Taeng tertawa. “Tapi kan kasian Mbak Rene ngurusin anak kaya Dek Winto yang rusuh ini.”

Bunda Irene ikut tertawa. Sedangkan Winter pura-pura ngambek dan menonjok Mamahnya pelan.

Setelah Mamah Taeng pulang, Bunda Irene membawa Winter masuk ke rumah. Mereka berjalan hingga di depan pintu kamar Karina.

Bunda Irene berjongkok, kemudian berbicara dengan suara pelan, “Winter tunggu di luar sini sebentar, ya? Nanti pas tante panggil baru masuk, oke? Soalnya Rina lagi susah makan.. Tapi pasti mau makan kalo sama Winter. Jadi nanti biar surprise, gitu. Tante panggil, eh, Winter-nya beneran ada.”

Winter tersenyum excited kemudian mengangguk semangat.

Bunda Irene pun masuk ke kamar Karina dengan membawa makan malamnya.


Saat melihat Bunda-nya masuk dengan membawa makan malamnya, Karina menghela napas.

Bunda Irene duduk di pinggir kasur, kemudian berbicara, “Rina makan, ya?”

Karina cemberut, kemudian menggeleng pelan.

“Kenapa ga mau makan? Nanti gaada energi loh. Kalo malah sakit demam, gimana?”

Karina diam saja.

“Bunda suapin, ya?”

Karina masih diam saja.

“Kalo Winter yang suapin, mau?”

Mendengar nama itu, Karina langsung menatap Bundanya.

“Emang ada Winter?” tanyanya.

“Jawab dulu, mau gak?” tanya Bunda Irene sambil menaikkan alisnya.

Karina menunduk malu, kemudian menjawab dengan pelan, “M-mau..”

“Tapi Winter kan di rumahnya..” ucap Karina lagi, kemudian menghela napas.

Bunda Irene tersenyum, “Kata siapa?”

Karina langsung mendongak, menatap Bundanya heran.

“Winter! Winteeerr!!” panggil Bunda Irene.

Merasa namanya terpanggil, bocil yang sedang duduk di sofa dekat kamar Karina langsung membuka pintu dan masuk ke kamar Karina dengan cengiran yang memamerkan gummy smile-nya.

Karina membulatkan mata. “Winter?” tanyanya terkejut.

“Hai, Rina!” sapa Winter sambil cengengesan.

“Tuh, ada kan Winter-nya.” ucap Bunda Irene. Kemudian ia melanjutkan, “Kalo Rina mau makan, nanti Winter nginep.”

Karina membulatkan mata lagi. “Nginep?! Winter mau nginep??!” tanya Karina semangat.

Winter mengangguk-angguk. “Iya! Winter mau nginep. Winter mau nemenin Rina! Tapi Rina makan dulu yang bener. Kalo enggak, nanti Winter pulang aja.” ujar Winter sambil pura-pura balik badan.

Karina pun dengan sigap menahan Winter. Tangannya menggenggam tangan mungil teman kesayangannya. “Winter jangan pulang… Ini Rina mau makan kok”

Winter tersenyum lebar. “Okay!”

Karina yang sedang duduk di kasur pun menempatkan meja lipat di hadapannya untuk menaruh makan malamnya.

“Rina mau Winter suapin?” tanya Winter.

Mendengar pertanyaan Winter, Karina mengangguk malu. “Mau.. Rina mau.”

Dengan begitu, Winter duduk di hadapan Karina dan mulai menyendok dan menyuapi makanan ke mulut Karina.

Bunda Irene mengambil tas ransel yang tadinya Winter kenakan dan menempatkannya di sebelah kasur Karina. Melihat kedua bocil yang saling tersenyum dan tertawa di hadapannya, senyuman lebar juga ikut menghiasi bibir Bunda beranak satu tersebut.

Pada hari ini, terdapat mata pelajaran olahraga. Keduanya, kelas 3A dan 3B memiliki jadwal olahraga yang sama, yaitu di pagi hari ini. Tentu hal ini digunakan oleh Winter bahkan Karina sebagai kesempatan untuk bersama. Dapatkah kalian bayangkan apa yang akan mereka lakukan?

Dimulai saat baris berbaris, tentu kedua kelas tersebut barisannya berbeda. Gurunya saja berbeda. Tapi Winter si bocil bucin itu diem-diem menyusup ke barisan 3A dan berdiri di belakang Karina.

Winter menyolek pundak Karina, dan yang dicolek pun menoleh ke belakang.

“Winter?! Winter ngapain disini?? Balik ke barisan Winter, gih!” ucap Karina. Mulutnya memang berkata seperti itu, tetapi hatinya berbunga-bunga dan bibirnya lagi nahan senyum ngeliat Winter yang ingin dekat dengan dirinya.

“Winter mau deket Rina..” ujar Winter.

Karina menghela napas. “Tapi nanti Winter dicariin terus diomelin, gimana?”

Baru aja diomongin, hal itu langsung kejadian. Terdengar suara guru olahraga 3B dan teman-teman Winter yang memanggil nama Winter.

“Winter Kim? Winter? Winter ga masuk?”

“Winter masuk, Pak!”

“Lah Winter kemana?”

“Winter! Winter!”

Karina menatap Winter. “Tuhkan, dicariin..”

Winter menghela napas. Secara ga sadar, Karina juga. Yah, Winter harus balik dong…, keluh Karina dalam hati.

Tak lama kemudian, Winter merasa orang-orang di sekitarnya menunjuk ke arah dirinya, diikuti dengan guru olahraga 3B yang berdiri di hadapannya.

“Winter Kim? Kamu kenapa baris disini, hm?”

Mata Winter membulat. Ah, ketauan…

“M-maaf, Pak.. Ini Winter balik..” ucap Winter pelan. Kemudian ia pun kembali ke barisan yang seharusnya, tentu sebelumnya sempat pamit ke Karina dengan dadah-dadah kecil dulu.


Winter menyukai olahraga, sedangkan Karina tidak terlalu. Winter jago hampir dalam semua praktek materi PJOK, sedangkan Karina tidak. Nggak pingsan setelah keliling lapangan berkali-kali aja Karina udah bersyukur.

Materi pembelajaran hari ini adalah lari. Para siswa diperintahkan untuk sprint 100 meter. Seperti yang telah disebutkan barusan, Winter jago dalam bidang olahraga. Saat namanya dipanggil, Winter segera mempraktekkan sprint sesuai aturan. Winter berlari dengan waktu yang sangat singkat, bahkan guru olahraganya berkata bahwa Winter memecahkan rekor lari tercepat bagi siswi seangkatan. Dari kejauhan, Karina tersenyum bangga dan diam-diam bertepuk tangan melihat teman kesayangannya itu.

Setelah gilirannya, Winter tinggal beristirahat sambil memandangi teman kesayangannya, yaitu siapa lagi kalo bukan Karina. Sedangkan Karina, saat ia melihat Winter hampir menoleh ke arahnya, ia langsung membuang muka. Takut ketauan ngeliatin dari tadi.

Tiba giliran Karina. Winter bahkan pindah duduk, ia duduk di lapak kelas 3A, dan paling deket sama tempat lintasan lari.

“Rina semangat!” Winter bersorak dibarengi dengan cengiran di wajahnya. Wajah Karina yang tadinya khawatir karena takut jatuh, langsung berubah jadi tersenyum sumringah. Ia menunduk malu, temannya itu gatau malu.

Namun, saat berlari, kekhawatiran Karina berubah jadi kenyataan. Ia tersandung batu kecil yang ada di lintasan hingga tersungkur ke tanah. Celana panjang olahraganya hingga robek di bagian lutut, dan lututnya itu pun berdarah. Telapak tangan hingga bagian sikutnya kotor kena serpihan batu, ada beberapa luka dan darah juga. Karina langsung terduduk sambil menunduk, menutupi wajahnya. Sebenarnya ia malu, tetapi karena kesakitan, ia tidak dapat menahan tangisnya.

Winter yang melihat itupun langsung sigap bangkit dan menghampiri teman kesayangannya. Begitupun teman-teman yang lain hingga gurunya, tetapi mereka hanya berdiri di sekeliling Karina. Sedangkan Winter langsung berlutut dan memeluk Karina, menempatkan kepala Karina di dadanya dan mengelus kepalanya lembut.

Wajah Winter mendekat ke bagian kiri kepala Karina, terutama telinga, kemudian berbisik, “Ke UKS, ya? Winter bersihin lukanya.”

Setelah bertanya seperti itu, Winter merasakan Karina yang masih menangis sesenggukan itu menganggukkan kepalanya.

Di tengah pelukan tersebut terdengar suara bapak-bapak, “Winter, permisi.”

Pak guru bersiap untuk menggendong Karina ke UKS. Winter sempet protes, “Pak, biar Winter-”

“Kamu ga kuat. Permisi dulu.” Pak guru memotong ucapan Winter dan bergegas mengangkat tubuh Karina, kemudian menggendong dengan bridal style. Karina terpaksa melepas pelukan Winter. Winter mendengus kesal.

Kenapa sih badan Winter kecil?! Winter mau gendong Rina juga!!, pikir Winter kesal.

Setelah Karina digendong oleh Pak guru, Winter bergegas mengikuti mereka hingga ke UKS. Tidak memperdulikan kenyataan bahwa pelajaran masih berlangsung, ataupun panggilan dari teman-temannya.

Sesampainya di UKS, Pak guru menempatkan Karina di kasur, kemudian bergegas pergi, mencari anak PMR untuk mengobati Karina. Saat Pak guru pergi, Winter diam-diam masuk ke dalam UKS dan langsung mencari kotak P3K.

Mendengar suara grasak grusuk, Karina yang tadinya menunduk meratapi lukanya pun mendongak. Matanya bertemu dengan punggung kecil Winter yang sedang membuka-buka lemari dan laci di UKS.

Karina memecah keheningan, “Winter?”

“Nah, ketemu!” ujar Winter sambil memegang kotak putih bertuliskan P3K itu.

Winter menghampiri Karina dan duduk di pinggir kasur. Winter menatap wajah Karina yang penuh air mata. Ia menjulurkan tangan dan menempatkan tangan tersebut di pipi Karina, kemudian menghapus air mata Karina dengan jempolnya.

“Udah, Rina jangan nangis lagi, ya? Winter obatin.” ujarnya. Karina tidak dapat menahan senyumnya. Ia tersenyum sangat lebar sambil mengangguk.

Kemudian Karina teringat, “Winter, kan masih jam pelajaran olahraga? Nanti Winter diomelin, gimana?”

Selagi membersihkan luka Karina, Winter sedikit terkekeh sebagai respon dari pertanyaan Karina barusan. Lalu Winter berkata, “Rina lebih penting.”

Iya, hal itu sukses membuat Karina tersipu malu. Karina bersyukur Winter lagi sibuk obatin lukanya jadi ga bisa ngeliat pipi Karina yang memerah.

Kelas 3A baru selesai mata pelajaran Bahasa Inggris, dimana gurunya adalah Miss Fany, wali kelas mereka sendiri. Jadwal Miss Fany selanjutnya yaitu kelas 3B, dimana itu merupakan kelas Winter.

Alright, class. Thank you for today. Good morning!” pamit Miss Fany.

“Jaemin, tolong bawain tumpukan buku itu ke kelas 3B ya. Let's go, ikut Miss sekarang.” ujar Miss Fany sambil menunjuk tumpukan buku yang berada di meja guru.

Jaemin baru aja ingin bangkit, tapi suara Karina memberhentikannya. “Miss, Rina aja yang bawa. Kan Rina ketua kelas.” ucap Karina.

Miss Fany tersenyum, kemudian berkata, “It's okay, Karin. Biar cowok aja yang bawa, kan lumayan berat.”

Karina berargumen, “Gapapa, Miss. Rina juga kuat kok.” seraya bergegas berjalan ke arah tumpukan buku dan membawanya.

Miss Fany tidak bisa mengelak lagi, Karina terlalu kekeuh. “Alright then.. Let's go.

Karina berjalan berdampingan bersama Miss Fany. Saat memasuki kelas 3B, mata Karina bertemu dengan mata Winter yang terlihat terkejut. Winter melemparkan senyum ke arah Karina, yang dibalas dengan senyuman dan anggukan dari Karina.

“Okay.. Taro situ aja, Karin. Thank you, ya.”

Karina pun menaruh buku itu sesuai tempat yang diperintahkan Miss Fany. Saat berjalan keluar, Karina melirik ke arah Winter dan memberikan senyum lagi.

Usai berada di luar kelas 3B dan menutup pintu, Karina berdiri di depan sejenak kemudian menghembuskan napas panjang. Ia rindu sekelas dengan Winter, duduk bersama bocil itu seperti biasanya. Ia tersenyum karena pertemuan kecil mereka barusan.

Ketika sedang berdiri sambil tersenyum sendirian, sebuah suara mengejutkan Karina.

“Rina, ngapain senyum sendirian?” goda suara itu. Karina kenal betul pemilik suara itu. Siapa lagi kalo bukan Winter?

“Winter! Ngagetin Rina aja!.” seru Karina. Ia malu, ke-gap lagi senyam senyum sendiri sama pelaku yang bikin dia melakukan hal itu.

Winter tertawa cengengesan.

“Winter ngapain di luar? Kan udah ada Miss Fany di kelas Winter.” tanya Karina.

Winter memanyunkan bibirnya, lalu berkata, “Winter kangen sama Rina.” kemudian memeluk perempuan yang lebih tinggi di hadapannya. Perempuan yang dipeluk pun membalas pelukan itu, erat.

“Rina juga kangen Winter” ucap Karina tepat di depan telinga Winter.

Setelah beberapa saat, mereka melepaskan pelukan itu.

“Rina, tadi Winter bilang ke Miss Fany mau ijin ke toilet. Jadi biar Winter ga bohong, Winter mau ke toilet sekarang. Rina mau temenin ga?” tanya Winter dengan mata yang berbinar penuh harap. Pertanyaan Winter itu dibalas dengan anggukan semangat dari Karina. Dua bocil itu pun berjalan ke toilet sambil bergandengan tangan.

Ketika berjalan, Karina bingung. “Eh, Winter, ini kemana? Kan toilet bukannya-”

“Winter mau ke toilet lantai 2 aja, biar jalan-jalan sama Rina-nya lebih lama.” ujar Winter yang sukses membuat Karina tersipu malu.

Sesampainya di toilet, Winter hanya mencuci tangannya. Kemudian bercermin, merapikan rambut serta pakaiannya. Selama Winter melakukan hal itu, mata Karina tidak pernah berpaling dari Winter. Bola matanya mengikuti segala gerak gerik Winter, sehingga secara tidak sadar, senyuman terlukis di wajah Karina.

“Udah.” ucap Karina tiba-tiba.

Winter menatap Karina bingung. “Udah apa, Rina?”

“Winter udah cantik.”

Winter tersenyum lebar. Sedangkan yang berkata seperti itu malah menunduk malu dan menutup mulutnya dengan tangan, ia tak percaya ia baru saja menyuarakan isi pikirannya kepada anak perempuan dihadapannya.

“Rina?”

Panggilan Winter pun membuat Karina mengangkat kepalanya lagi.

“Rina juga cantik.”

Mendengar kalimat Winter barusan, kepala Karina yang tadinya udah terangkat jadi menunduk lagi. Ia malu, pipinya memerah.

“Rina jangan nunduk mulu, nanti kepala Rina pegel.” ujar Winter bercanda. Karina hanya tertawa dan memukul Winter pelan.

Setelah itu, mereka kembali ke kelas mereka. Tentunya, sebelum mereka berpisah, mereka berpelukan dan mengucapkan kata-kata kangen serta semangat kepada satu sama lain.

Hari ini merupakan hari pertama sekolah bagi seluruh siswa, dari jenjang SD hingga SMA. Hari ini juga merupakan hari pertama Karina dan Winter tidak masuk di kelas yang sama.

Saat Winter sampai di sekolah, Ia menaruh tasnya asal, bahkan tidak memperdulikan chairmate-nya siapa. Setelah menaruh tas, ia langsung kabur ke kelas 3A, untuk menemui teman kesayangannya.

Hari Senin. Upacara dilaksanakan.

Seperti biasa, setiap kelas terdiri atas dua baris, laki-laki di sebelah kanan dan perempuan di sebelah kiri. Kebetulan, kelas 3A berada di sebelah kanan kelas 3B. Barisan laki-laki 3B berbatasan langsung dengan barisan perempuan 3A. Karena itu, Winter si bocil bucin itu pun berdiri di barisan laki-laki kelasnya yang tepat bersebelahan dengan Karina.

“Winter, kok kamu di sini? Ini kan barisan laki-laki??” seru bocah laki-laki di belakang Winter.

“Sungchan diam aja deh. Nih rambut Winter juga pendek kaya anak laki-laki!” balas Winter kesal.

Haechan yang berada di depan Winter menengok ke belakang, kemudian ikut menimpali, “Kurang pendek, Win. Kalo segitu nanti di omelin Ibu Guru.”

Winter memelototi bocah itu dan menyuruhnya diam. Haechan hanya terkekeh kemudian berbalik ke depan lagi. Karina yang berada di sebelah Winter hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menahan senyum.

Winter menengok ke sebelah kanan, niatnya ingin melihat Karina, tetapi Ia menyadari posisi bocah laki-laki di sebelah Karina yang menurutnya terlalu menempel pada teman kesayangannya itu. Winter pelan-pelan bergeser ke kanan dan merentangkan tangannya untuk mendorong badan laki-laki itu.

Karina yang berada di tengah berseru, “Winter ngapa-”

Bocah laki-laki itu menengok, dan akhirnya Winter mengenalinya. “Ih, si Jeno! Jeno jangan deket-deket!” ujar Winter.

“Winter kamu kok di ba-”

“Jeno diem aja! Udah jauhan dikit dari Rina!”

Daripada ribut terus ketauan guru, akhirnya Jeno menuruti Winter dan bergeser sedikit. Karina memegang tangan Winter yang tadi mendorong Jeno dan mengembalikannya ke posisi semula.

“Winter.. Jangan berisik. Nanti ketauan Ibu Guru. Mana Winter barisnya di tempat cowok lagi…” ucap Karina.

“Winter mau deket sama Rina..” protes Winter.

“Ya udah, tapi diem. Biar ga ketauan.” ujar Karina. Kemudian tangan kiri Karina meraih tangan kanan Winter dan menggenggamnya, jempolnya sedikit mengelus tangan Winter untuk menenangkannya. Tak lama kemudian, Karina melepaskannya karena takut ketauan Ibu Guru. Hal itu sukses membuat Winter diam. Ditambah dengan senyuman di wajah mungilnya.

Upacara berjalan dengan lancar. Winter beruntung, karena Ia tidak ketahuan oleh guru.

Setelah upacara selesai, Winter masih menempeli Karina hingga masuk kelasnya. Bahkan ia duduk di bangku sebelah Karina.

“Winter? Winter balik ke kelas, gih.” ucap Karina. Winter memanyunkan bibirnya.

“Winter gamau.. Winter mau sama Rina.” Winter berkata seperti itu lalu memeluk tubuh Karina dan membenamkan wajahnya di dada Karina.

“Nanti kan ketemu Rina lagi pas istirahat sama pulang…” ucap Karina. Ia sedikit mengelus punggung Winter, kemudian memegang pundak Winter dan mendorongnya agar Winter duduk tegak lagi.

“Rina..”

Suara hentakan heels mendiamkan kedua bocil tersebut. Wali kelas 3A telah masuk, siswa-siswi pun berhamburan dan buru-buru duduk. Namun, karena Winter menduduki bangku Karina, ada salah satu siswi yang tidak bisa duduk.

“Miss Fany! Bangku Ning diambil!” seru siswi itu kepada sang wali kelas.

“Emang Ning harusnya duduk dimana?” tanya Miss Fany. Ningning pun menunjuk bangku yang diduduki Winter. Wali kelas itu pun menghampiri bangku yang dimaksud Ningning.

Wait, Winter? Winter bukannya di kelas sebelah, ya?” tanya ibu guru beraksen bule tersebut. Iya, Miss Fany kenal Winter dan tau dimana kelas Winter karena Ia kenal dekat dengan Mamanya Winter juga.

“Tapi, Miss Fany… Winter mau sama Rina.”

Miss Fany berjalan ke sebelah Winter dan berjongkok, kemudian menggenggam tangan Winter.

“Winter balik ke kelas, ya? Nanti ketemu sama Rina lagi pas istirahat, bisa kan? Kasian juga Ningning jadi gabisa duduk, kursinya penuh.” ucap Miss Fany. Winter menghela napas.

“Okay.. Tapi Winter mau ngomong sama Ningning dulu sebentar, Miss.” ucap Winter, yang direspon dengan anggukan dari Miss Fany.

Winter bangkit dan membawa Ningning untuk menjauh agar bisa ngomong berdua aja. Kemudian Ia berbisik, “Ningning jangan terlalu deket sama Rina, ya. Rina punya Winter.”

Ningning menautkan alisnya, kemudian membalas, “Ih, ge-er banget! Tenang aja si, Ning ga akan ambil Karina dari Winter. Emangnya Ning itu Winter? Main ngambil bangku orang!”

Mendengar itu, Winter merasa tenang walaupun tersinggung sedikit. Setelah itu, Winter berpamitan dengan Karina. Lalu, wali kelas 3A, atau Miss cantik bernama Tiffany itu, menuntun Winter keluar kelas dan mengantarkannya ke kelas asalnya.

Hari ini hari pembagian rapot.

Mamah Taeng sudah di dalam mobil, siap untuk jalan menjemput Karina dan Bundanya kemudian ke sekolah. Winter menyusul masuk dan duduk di kursi belakang.

“Heh Dek Winto, kamu ngapain di belakang gitu? Duduk di depan sini!” protes Mamah Taeng.

“Tapi kan itu tempat buat Tante Irene ntar.” jawab Winter.

“Ya kan Tante Irene-nya belum ada, kamu duduk disini dulu. Kalo kamu dibelakang nanti Mamah kaya supir Gojek.”

“Kan ini bukan ojek, Mah.”

“Ya.. Gocar maksudnya.”

“Gapapa.”

“Gapapa apa?”

“Mamah cocok jadi Mba Gocar.”

Satu gaplokan pun mengenai wajah mungil Winter.


Mobil berwarna silver milik Mamah Taeng pun sampai di depan rumah Keluarga Yu. Winter pindah duduk ke belakang, kemudian kursi depan diisi oleh Bunda Irene. Wajah Winter yang tadinya ditekuk gara-gara digaplok Mamah langsung sumringah setelah melihat wajah cantik Karina dengan senyuman manisnya.

“Hai Rina!” sapa Winter sambil menyengir.

“Hai Winter.” Karina menyapa balik sambil tersenyum hangat.

Winter terus menggeser pantatnya hingga tidak menyisakan jarak antara dirinya dengan Karina. Karina yang menyaksikan itu hanya bisa menggelengkan kepala, tapi sebenernya seneng. Karena Winter lebih pendek, ia menyenderkan kepalanya di pundak Karina. Karina pun tidak bisa menahan senyumannya.

Untuk mencairkan suasana, Mamah Taeng bertanya, “Kira-kira Dek Winto ranking berapa, nih?”

“Winter mau ranking dua!” seru Winter.

Tiga pasang mata memandangnya bingung.

“Kok dua? Kenapa ga satu, Winter?” tanya Bunda Irene.

Winter menjawab, “Winter mau ranking dua aja biar Rina yang ranking satu.”

Mamah Taeng dan Bunda Irene terkekeh mendengar jawaban Winter yang bucin. Sedangkan Karina menunduk malu, Ia tidak bisa menahan senyumnya.

“Winter aja yang ranking satu, Rina yang kedua.” ujar Karina.

Winter berargumen, “Tapi kan Rina lebih pinter! Rina aja yang ranking satu.”

“Tapi Winter-”

Kedua wanita yang duduk didepan menggelengkan kepalanya. Ya ampun, bocil…

“Sudah, sudah. Anak Bunda dan Mamah sama-sama pinter, oke?” ujar Bunda Irene menengahkan. Winter dan Karina pun terdiam.

Setelah beberapa saat, Mamah Taeng membuka suara, “Mbak Rene lebih suka cilok atau cimol?”

Kedua wanita tersebut pun membahas seputar percilok-cimolan. Sedangkan kedua bocil yang duduk di belakang, Karina sedang tertawa mendengar Winter yang bercerita tentang dirinya yang digaplok Mamah tadi pagi.


Sesampainya di kelas, sudah ada beberapa orang tua dan anaknya menunggu. Ibu Jihyo, sang wali kelas 2B juga sudah duduk di bangkunya.

Anak-anak yang lain duduk sebangku bersama orangtuanya. Sedangkan Winter? Ia malah mau duduk sama Karina. Mamahnya diusir, di suruh duduk sama Tante Irene aja. Daripada membuat keributan karena Winter keras kepala, lebih baik Mamah Taeng menurut saja, duduk di sebelah Bunda Irene. Sekalian ngobrolin cilok yg mau dibeli ntar.

Setelah kelas sudah ramai, terisi hampir seluruh orang tua para siswa, Ibu Jihyo pun berdiri di depan kelas untuk mengucapkan sepatah dua kata.

Setelah itu, Ibu Jihyo mengambil spidol untuk menuliskan peringkat 3 besar di papan tulis.

  1. Winter Kim
  2. Karina Yu
  3. Renjun Huang

Beberapa reaksi dilontarkan oleh orangtua dan anak kelas 2B. Ada yang bersorak mengucapkan selamat, ada yang hanya tersenyum, dan ada orang tua yang protes kenapa anaknya ga ranking.

Ibu guru memanggil ketiga anak yang mendapat peringkat 3 besar, tentu Winter dan Karina termasuk.

Setelah sampai di depan, Winter malah bertanya, “Ibu guru, kok Winter ranking satu? Winter maunya ranking dua.”

Ibu guru menatap muridnya tersebut heran. “Karena emang nilai Winter paling bagus.. Emang kenapa Winter mau ranking dua?”

“Winter mau ranking dua biar Rina yang ranking satu.” ujar bocil tersebut.

Karina yang mendengar itu pun protes, “Apa sih, Winter? Winter aja yang ranking satu, biar Karina yang ranking dua. Kan Winter pinter.”

“Gapapa, ih. Winter ranking dua aja biar Rina-”

“Winter ranking satu! Rina aja yang ranking dua-”

Seketika penghuni kelas yang tadinya berisik menjadi diam, menyaksikan keributan antara dua bocil tersebut. Ibu Jihyo bingung. Buset, ni dua bocil bucinnya kelewatan apa gimana…

Winter dan Karina ribut, sedangkan Renjun, sang peringkat 3, hanya berdiri dan tersenyum di tengah keributan.

“Ya Tuhan..” Mamah Taeng menepok jidat.

Bunda Irene bangkit dari bangkunya. Ia berdiri kemudian menyilangkan tangannya di depan dada. Ketika ia membuka suara, “Rina.. Winter…” sontak dua bocil itu langsung terdiam. Suasana kelas benar-benar hening. Memang sepertinya Bunda Irene itu penyihir atau gimana gatau juga tapi jago banget urusan bikin orang diem.

Setelah itu, Bunda Irene langsung tersenyum manis sambil berkata, “Silahkan, Ibu Jihyo, boleh dilanjutkan.” kemudian duduk manis lagi seakan tidak terjadi apa-apa sebelumnya. Seperti yang diperintah Bunda Irene sebelumnya, Ibu Jihyo pun melanjutkan kegiatannya.

Ketiga siswa yang memperoleh peringkat tersebut mendapat hadiah berupa piala dan buku, kemudian kembali ke orangtuanya. Setelah penyerahan hadiah tersebut, kegiatan selanjutnya yaitu membagikan rapot kepada orang tua murid sesuai dengan urutan.


Setelah menerima rapot Karina dan Winter, ternyata nilai mereka beda tipis. Nilai masing-masing pelajaran mereka mirip-mirip, kecuali nilai matematika Winter yang lumayan jauh lebih tinggi daripada Karina.

“Okay, karena nilai Dek Winto sama Karina bagus-bagus dan dapet ranking 1 dan 2, kita jalan-jalan!” seru Mamah Taeng begitu sampai di dalam mobil.

Winter dan Karina bersorak. Bunda Irene tersenyum, senang melihat anaknya bahagia bersama Winter.

“Emang mau kemana, Tante Taeyeon?” tanya Karina.

“Ke tempat Cilok Mang Asep.” jawab Mamah Taeng.

Karina dan Winter melongo.

“Yah ilah, Mamah!” protes Winter.

Mamah Taeng tergelak, mengeluarkan suara tawa khasnya yang terdengar seperti ahjumma. Winter mendengus.

“Iya, iya. Mamah becanda. Mamah lagi pengen banget cilok itu soalnya, Dek. Sekalian traktir Mbak Irene juga. Nanti dari situ deh kita jalan-jalan.” jelas Mamah Taeng sambil memasang seatbelt, siap untuk meluncur.

Bunda Irene iseng bertanya kepada Winter, “Emangnya Winter mau jalan-jalan kemana sihh?”

Winter tersenyum lebar kemudian menjawab, “Winter mah gapapa kemana aja boleh yang penting sama Rina!”

Mendengar itu, seperti biasa, Karina menunduk malu.

Karina baru saja selesai membagikan buku tugas siswa-siswi 2B. Saat kembali ke tempat duduknya, ia melihat Winter yang sedang menunduk, menangis. Karina pun menghampiri Winter dan memegang lengannya.

“Winter, kenapa?” tanya Karina.

Winter mengangkat kepalanya, menatap Karina dengan mata penuh air mata. “Emang kalo Winter nelen biji jeruk bakal tumbuh pohon dari kepala Winter? Winter takut… Masa nanti ada pohon di kepala Winter?” ucap Winter sambil menarik ingus.

Karina memberi Winter tisu, sambil bertanya, “Siapa yang ngasih tau kaya gitu ke Winter?”

Winter menunduk. Ia tau, Karina galak. Jadi takut kalo ngasitau anaknya ntar dihajar.

“Winter. Kasitau Rina.”

“R-ryujin” ucap Winter pelan sekali. Tapi Karina mendengarnya.

“Oh. Ryujin.”

Winter terkejut, ternyata Karina mendengarnya. Winter berusaha menahan Karina dengan menarik bajunya tapi digeplak sama Karina, kemudian ia berjalan menghampiri Ryujin. Winter mau ngikutin tapi malu, mukanya jelek abis nangis.

Ryujin yang sedang tertawa sama temen-temen tiba-tiba merasakan kepalanya digetok dengan sesuatu. Saat ia menoleh, ia bertemu dengan wajah galak Karina.

“Kenapa Ryujin ngasih tau ajaran sesat ke Winter? Winter jadi nangis!”

Ryujin bergidik ngeri. Ampun, galak amat.

“Loh Winter percaya?”

“Ya?? Buktinya Winter nangis. Ryujin tanggung jawab!” ucap Karina sambil menggetok kepala Ryujin dengan tempat pensilnya lagi.

“T-tanggung jawab g-gimana?”

“Minta maaf sama Winter!”

Daripada makin diomelin, Ujin nurut aja deh! pikir Ryujin.

“Y-yaudah iya.”

Ryujin pun berjalan ke tempat duduk Winter, diikuti Karina dari belakang. Sesampainya disana, Ryujin duduk di kursi sebelah Winter. Winter masih menunduk, tapi tangisannya udah reda.

“Winter.. Ujin minta maaf. Tadi Ujin becanda, kirain Winter juga udah tau kalo itu gak bener.” ucap Ryujin sambil menggoyang-goyangkan tangan Winter.

Winter diem aja.

Ryujin menatap Karina, berharap untuk ditolong. Tapi Karina malah melototin Ryujin. Ryujin takut.

“Winter! Gimana kalo Ujin jajanin susu stroberi? Tapi maafin Ujin, ya?”

Mendengar susu stroberi, Winter langsung mengangkat kepalanya. Tersenyum dan mengangguk semangat.

“Winter mau susu stroberi!” ujarnya.

Ryujin bahkan terkejut, ternyata percobaannya berhasil. Tapi, yah, uang jajan Ujin…

“Tapi maafin Ujin?” Ryujin mengangkat satu alisnya.

“Iya! Tapi Ryujin jangan gitu lagi.”

Karina yang melihat itu pun tersenyum puas.


Beberapa saat kemudian, Winter kembali dari kantin dengan membawa susu stroberi favoritnya. Ia berjalan untuk duduk di bangkunya, di sebelah Karina.

Winter cengengesan, sambil berkata “Rina, makasih, ya. Winter jadi dapet susu stroberi gratis!” ujar Winter sambil mengangkat kotak susunya. Melihat itu, Karina terkekeh.

“Kalo ada yang nakal sama Winter, bilang Rina, ya.” ujar Karina.

“Umm.. Tapi Winter takut. Takut nanti orang yang nakal sama Winter dihajar sama Rina. Kan, Rina galak.” ucap Winter jujur. Karina cemberut.

“Ih! Iyalah, Rina galak sama mereka. Orang mereka aja nakal sama Winter. Rina ga suka.” Karina menyilangkan kedua tangannya depan dada, kemudian melanjutkan perkataannya, “Bunda juga suka gitu, kalo ada yang nakal sama Rina, Bunda marahin. Bunda galak sama orang yang nakal ke Rina karena Bunda sayang Rina.” jelas Karina panjang lebar.

Winter menautkan alisnya kemudian menatap Karina dan berkata, “Bunda Rina galak sama orang yang nakal ke Rina karena Bunda Rina sayang Rina. Kalo Rina galak sama orang yang nakal ke Winter, berarti Rina sayang sama Winter?”

Mendengar pertanyaan Winter, Karina menunduk malu. Seperti biasa, semburat merah menghiasi kedua pipinya.

“Kok pertanyaan Winter ga dijawab…” ucap Winter sambil menggoyang-goyangkan tubuh Karina.

Suara bel masuk dan hentakan heels ibu guru menandakan pelajaran akan dimulai. Karina sangat bersyukur karena hal itu menyelamatkannya dari menjawab pertanyaan Winter barusan. Bukan apa-apa, ia terlalu malu untuk mengatakannya.

Keesokan harinya.

Karina sudah sampai di sekolah, duduk di bangkunya seperti biasa. Ia datang agak pagi, jadi kelas masih belum ramai. Winter, chairmate-nya pun belum datang.

Semalam Karina sengaja tidak membuka chat Winter lagi. Dia bete, Winter kayanya seneng banget ngomongin si Gisel Gisel itu. Sampai sekarang pun, Karina masih bete.

Bete Karina makin bertambah ketika ia melihat Winter berjalan bersama seorang siswi tidak dikenal, memasuki pintu kelas 2B. Terlebih lagi, tangan mereka tertaut, saling bergandengan sambil berjalan masuk. Senyum serta tawa juga mengiringi mereka ketika mereka berjalan.

Karina memanas.

Kebetulan, Winter datangnya memang mepet. Jadi begitu Winter duduk, bel berbunyi. Winter sempat menyapa Karina, tetapi Karina sok sok sibuk agar Winter mengira Karina memang tidak mendengar sapaannya, bukan memang sengaja.

Wali kelas 2B masuk, kemudian memanggil siswi yang berjalan bersama Winter tadi. Siswi itu maju ke depan dan memperkenalkan diri.

“Hai teman-teman. Nama aku Giselle Uchinaga. Umur aku 7 tahun. Hobi aku nonton yutup. Aku baru pindah dari luar negeri, dari Jepang. Salam kenal ya!” ucap siswi baru bernama Giselle itu.

Anak-anak di kelas pun heboh.

“Wah dari luar negeri!”

“Dari Jepang? Jepang itu tempatnya doraemon kan ya?”

“Giselle cantik, ya?”

Winter pun tersenyum lebar, bangga melihat tetangga barunya berbicara di depan.

Sedangkan Karina? Ia cemberut. Oh, ternyata ini si Gisel Gisel itu toh.


Saat bel istirahat berbunyi, Karina sengaja langsung membagikan buku tugas para siswa yang menumpuk di meja guru dan menyuruh Winter ke luar kelas duluan. Ia masih bete, malas berbicara dengan Winter.

Winter keluar kelas, mengajak Giselle untuk duduk di bangku pinggir lapangan. Biasanya ketika istirahat Winter tuh suka lari-larian main di lapangan sama anak lain, dan kali ini seperti itu. Ia meninggalkan Giselle duduk sendirian. Tapi Giselle fine-fine aja, dia juga lagi sibuk sama snack yang dia bawa dari rumah.

Selesai membagikan buku, Karina iseng keluar. Niatnya mau ngintip Winter. Eh ternyata dia hanya menemukan Giselle yang duduk sendirian. Ia merasa sedikit kasihan karena Giselle sendirian, jadi Karina memutuskan duduk di sebelah Giselle. Namun, ketika Karina duduk, Giselle malah bergeser sedikit, biar ga deket sama Karina.

“Giselle.” panggil Karina. Orang yang dipanggil pun menoleh, kemudian menaikkan alisnya.

Karina berkata, “Aku Karina. Hai.” seraya mendekat ke arah Giselle lagi, sambil menjulurkan tangan.

Giselle menjabat tangan Karina, sambil berkata, “Hai Karina.”

Usai melepas tangan Karina, Giselle menggeser pantatnya lagi. Biar ga deket Karina. Karina bingung, kenapa Giselle ngejauh terus? Akhirnya Ia pun bertanya.

“Giselle kenapa ngejauh dari Rina terus? Kan susah kalo mau ngobrol.” tanya Karina.

Giselle menatap Karina, kemudian berucap, “Tadi Winter bilang, katanya aku ga boleh deket-deket Karina. Soalnya Karina punya Winter. Jadi ya udah aku ngejauh.” dengan polosnya.

Mendengar itu, Karina menunduk malu, pipinya memerah. Seketika bete Karina pun hilang. Ternyata dirinya masih belum tergantikan.

Karina baru saja selesai membagikan buku tugas siswa-siswi 2B. Saat kembali ke tempat duduknya, ia melihat Winter yang sedang menunduk, menangis. Karina pun menghampiri Winter dan memegang lengannya.

“Winter, kenapa?” tanya Karina.

Winter mengangkat kepalanya, menatap Karina dengan mata penuh air mata. “Emang kalo Winter nelen biji jeruk bakal tumbuh pohon dari kepala Winter? Winter takut… Masa nanti ada pohon di kepala Winter?” ucap Winter sambil menarik ingus.

Karina memberi Winter tisu, sambil bertanya, “Siapa yang ngasih tau kaya gitu ke Winter?”

Winter menunduk. Ia tau, Karina galak. Jadi takut kalo ngasitau anaknya ntar dihajar.

“Winter. Kasitau Rina.”

“R-ryujin” ucap Winter pelan sekali. Tapi Karina mendengarnya.

“Oh. Ryujin.”

Winter terkejut, ternyata Karina mendengarnya. Winter berusaha menahan Karina dengan menarik bajunya tapi digeplak sama Karina, kemudian ia berjalan menghampiri Ryujin. Winter mau ngikutin tapi malu, mukanya jelek abis nangis.

Ryujin yang sedang tertawa sama temen-temen tiba-tiba merasakan kepalanya digetok dengan sesuatu. Saat ia menoleh, ia bertemu dengan wajah galak Karina.

“Kenapa Ryujin ngasih tau ajaran sesat ke Winter? Winter jadi nangis!”

Ryujin bergidik ngeri. Ampun, galak amat.

“Loh Winter percaya?”

“Ya?? Buktinya Winter nangis. Ryujin tanggung jawab!” ucap Karina sambil menggetok kepala Ryujin dengan tempat pensilnya lagi.

“T-tanggung jawab g-gimana?”

“Minta maaf sama Winter!”

Daripada makin diomelin, Ujin nurut aja deh! pikir Ryujin.

“Y-yaudah iya.”

Ryujin pun berjalan ke tempat duduk Winter, diikuti Karina dari belakang. Sesampainya disana, Ryujin duduk di kursi sebelah Winter. Winter masih menunduk, tapi tangisannya udah reda.

“Winter.. Ujin minta maaf. Tadi Ujin becanda, kirain Winter juga udah tau kalo itu gak bener.” ucap Ryujin sambil menggoyang-goyangkan tangan Winter.

Winter diem aja.

Ryujin menatap Karina, berharap untuk ditolong. Tapi Karina malah melototin Ryujin. Ryujin takut.

“Winter! Gimana kalo Ujin jajanin susu stroberi? Tapi maafin Ujin, ya?”

Mendengar susu stroberi, Winter langsung mengangkat kepalanya. Tersenyum dan mengangguk semangat.

“Winter mau susu stroberi!” ujarnya.

Ryujin bahkan terkejut, ternyata percobaannya berhasil. Tapi, yah, uang jajan Ujin…

“Tapi maafin Ujin?” Ryujin mengangkat satu alisnya.

“Iya! Tapi Ryujin jangan gitu lagi.”

Karina yang melihat itu pun tersenyum puas.


Beberapa saat kemudian, Winter kembali dari kantin dengan membawa susu stroberi favoritnya. Ia berjalan untuk duduk di bangkunya, di sebelah Karina.

Winter cengengesan, sambil berkata “Rina, makasih, ya. Winter jadi dapet susu stroberi gratis!” ujar Winter sambil mengangkat kotak susunya. Melihat itu, Karina terkekeh.

“Kalo ada yang nakal sama Winter, bilang Rina, ya.” ujar Karina.

“Umm.. Tapi Winter takut. Takut nanti orang yang nakal sama Winter dihajar sama Rina. Kan, Rina galak.” ucap Winter jujur. Karina cemberut.

“Ih! Iyalah, Rina galak sama mereka. Orang mereka aja nakal sama Winter. Rina ga suka.” Karina menyilangkan kedua tangannya depan dada, kemudian melanjutkan perkataannya, “Bunda juga suka gitu, kalo ada yang nakal sama Rina, Bunda marahin. Bunda galak sama orang yang nakal ke Rina karena Bunda sayang Rina.” jelas Karina panjang lebar.

Winter menautkan alisnya kemudian menatap Karina dan berkata, “Bunda Rina galak sama orang yang nakal ke Rina karena Bunda Rina sayang Rina. Kalo Rina galak sama orang yang nakal ke Winter, berarti Rina sayang sama Winter?”

Mendengar pertanyaan Winter, Karina menunduk malu. Seperti biasa, semburat merah menghiasi kedua pipinya.

“Kok pertanyaan Winter ga dijawab…” ucap Winter sambil menggoyang-goyangkan tubuh Karina.

Suara bel masuk dan hentakan heels ibu guru menandakan pelajaran akan dimulai. Karina sangat bersyukur karena hal itu menyelamatkannya dari menjawab pertanyaan Winter barusan. Bukan apa-apa, ia terlalu malu untuk mengatakannya.

Mamah Taeng dan Kak Yeri pergi untuk membeli keperluan Kak Yeri, karena anak kelas 6 akan ada perkemahan. Winter ga mau ikut, Ia minta untuk di antar ke rumah Karina. Mending main sama Karina, daripada cape jalan-jalan ngikutin Kak Yeri yang banyak mau, kata Winter.

Bunda Irene dan Mamah Taeng memang cukup dekat, jadi udah biasa kalo anaknya main gitu. Bunda Irene malah seneng kalo Winter main, jadi Karina ada temennya. Soalnya Karina itu anak tunggal, jadi Bunda Irene suka takut Karina ngerasa kesepian gitu.

Winter sampai di rumah Karina sekitar pukul 2. Karina senang sekali, teman kesayangannya main kerumahnya. Mereka melakukan banyak hal, mulai dari nonton Frozen sambil sama-sama disuapin Bunda Irene, main sepeda keliling komplek Karina, hingga berendam di bathtub menggunakan bathbomb bersama.

Sekarang sudah mulai malam, azan Maghrib baru saja berkumandang. Karina dan Winter sedang duduk di kasur dan bersandar di bantal di kamar Karina. Winter ngeliatin Karina yang sedang memainkan iPadnya sambil memeluk Karina dari samping.

Tiba-tiba Karina teringat sesuatu. “Eh, Winter! Winter sudah ngerjakan PR Matematika?” tanya Karina.

Winter duduk tegak kemudian berkata, “Udah dong! Winter kan suka Matimatika, Winter jago, langsung dikerjain pas dikasih.” sambil menepuk dadanya sendiri.

“Ah, Rina belum. Rina ga suka Matematika.” Karina mendengus kesal.

“Mau Winter bantuin?” tanya Winter.

Karina mengangguk semangat. “Mau! Rina mau!” ucapnya seraya bergegas untuk berjalan ke meja belajar.

Bunda Irene mengambilkan kursi sehingga Karina dan Winter bisa duduk berduaan di meja belajar Karina. Karina mengerjakan PR-nya, sedangkan Winter menggambar di iPad Karina.

Beberapa saat kemudian, Karina menyolek Winter. “Winter.. Rina ga tau ini gimana caranya.” Karina memanyunkan bibirnya. Winter menyengir, kemudian ia memberitahu cara untuk mengerjakan nomor tersebut. Karina pun langsung bisa.

Beberapa nomor selanjutnya, Karina nanya Winter terus. Sebenernya Winter rada curiga, soalnya Karina selalu langsung bisa abis Winter kasih tau. Terus Winter sempet ngelirik Karina pas Winter lagi ngajarin, dan ternyata matanya Karina bukan ke buku, tapi bertemu dengan mata Winter.

Kok kayanya Rina udah bisa ya? Terus ngapain nanya Winter dong? Kan capek Winter ngomong tapi ga didengerin! ucap Winter dalam hati.

Akhirnya Winter berkata, “Rina. Itu kan ada 6 soal lagi, Rina kerjain sendiri. Jangan nanya! Nanti Winter cek bener atau ngga.”

Karina cemberut. “Tapi Rina-”

“Kalo bener semua, nanti Winter kasih hadiah!” setelah Winter berkata seperti itu, wajah Karina langsung sumringah.

“Ya udah, Winter mau duduk di lantai dulu, menggambar.” Winter pun bangkit, tapi di tahan Karina.

“Eh, kalo di tahan gak Winter kasih hadiah loh!” Karina pun cemberut dan dengan berat hati melepaskan tangannya.

Winter pun duduk setengah rebahan di lantai sambil doodling di iPad Karina, sedangkan Karina melanjutkan PR-nya.

Beberapa saat kemudian, Karina selesai mengerjakan PR-nya. Kebetulan, Winter juga udah selesai menggambar. Karina pun menyodorkan PR-nya pada Winter, untuk diperiksa.

Setelah selesai memeriksa, Winter berkata, “Yah, Rina…”

Karina bersedih. Dia ada yang salah? Ga dapet hadiah dari Winter do-

“RINA BETUL SEMUA!” seru Winter selanjutnya, mengagetkan Karina. Secara refleks, Karina menabok wajah Winter.

Winter memegang wajahnya, menunjukkan ekspresi kesakitan. “Kok Winter ditabok…”

“Winter m-maaf! Abis Winter ngagetin!” Karina memegang wajah Winter lalu mengusap pipinya.

“Sebenernya ga sakit sih, tadi Winter pura-pura kesakitan biar Rina panik aja.” ujar Winter. Kali ini Karina menaboknya secara sengaja, tetapi lebih pelan.

Sesaat kemudian, Karina bertanya, “Mana hadiah Rina!!”

“Gak jadi ah! Rina udah nabok Winter.” ucap Winter pura-pura marah.

Mendengar itu, Karina pun mengancam, “Oh yaudah kalo gitu-”

“Iya, iya!! Sebentar.” Winter mengambil iPad Karina kemudian menunjukkan gambarnya barusan.

Terlihat gambar dinosaurus berwarna biru dengan dua manusia yang berada diatas dinosaurus itu, ceritanya lagi naik dinosaurus.

Winter menjelaskan, “Ini dino karena dino itu hewan kesukaan Rina, terus dinonya warna biru karena Rina suka warna biru. Terus ini Winter pake baju kuning karena Winter suka warna kuning, ini Rina pake baju pink karena Rina suka warna pink juga. Winter sama Rina naik dino.”

(( nanti gambarnya aku post di tweet selanjutnya ))

Karina tersenyum lebar. Ia sangat suka dengan gambar Winter. Lucu banget, menurutnya. Ia akan meminta Bundanya untuk print gambar ini.

“Tapi itu bukan hadiahnya.” ucap Winter, yang membuat Karina menatapnya bingung.

“Terus mana hadiah Rina?”

Winter cengengesan. “Rina tutup mata dulu.” ujarnya. Karina pun menurut.

Setelah melihat Karina menutup matanya, Winter pun mendekat ke arah Karina, kemudian memeluk Karina erat. Karina sempat terkejut karena tiba-tiba dipeluk, tetapi kemudian ia tersenyum.

Karina membuka mata, lalu bertanya, “Ini hadiahnya?”

“Iya. Rina suka nggak? Kalo ngga-”

Winter berkata seperti itu sambil perlahan mundur, melepas pelukannya. Namun Karina menahannya, dan malah memeluk Winter lebih erat. Winter pun kembali memeluk Karina. Senyum menghiasi bibir kedua bocil itu.

Di tengah pelukan, Karina membuka suara, “Rina suka banget sama hadiahnya. Winter jangan lepasin.”


p.s. waktu itu ada yg sempet nanyain gimana kelanjutan yg bagian pr matimatika, jadi kira kira begini gitu mereka ngerjain prnya begitu asjsksj